PENGOBATAN ALTERNATIF ONLINE RSBI

PENGOBATAN ALTERNATIF ONLINE RSBI
TABIB BERIJIN RESMI, HERBAL 100% ALAMI, AMAN SUDAH IJIN B-POM DAN HALAL MUI, PENGOBATAN MENGGUNAKAN HERBAL YANG SUDAH DIPERKAYA DENGAN RUQYAH ISLAMI YANG SYAR'I. HARGA TERJANGKAU. INFO LENGKAP KLIK PADA GAMBAR. SMS/WA TABIB UNTUK KONSULTASI DAN PEMESANAN OBAT DI: 08121341710 ATAU 0811156812

Thursday, October 6, 2016

Nasihat Abdullah bin Mas'ud, Islam, shalat, tarbiyah,bekam, pendidikan islami, keluarga sakinah, thibbun nabawi, hadis nabi, rukun islam, rukun iman, rukun shalat, al quran, kisah islami, asmaul husna, kisah para nabi, Allah SWT, Subhanallah, masyarakat islami, pengobatan islami, ibadah islami, ekonomi islam, dunia islam, hadis shahih, kajian al qur’an

Abdullah bin Mas'ud berkata:
"Manusia akan senantiasa baik selama ilmu itu datang dari para shahabat Rasulullah dan pembesar mereka, apabila ilmu datang dari ashagir (ahlul bid'ah atau orang yang dangkal keilmuannya), pada waktu itu mereka akan binasa". Beliau juga berkata: "Kalian akan senantiasa baik selama ilmu diambil dari kibaar (orang yang amat dalam keilmuannya/ ulama), apabila ilmu itu diambil dari ashaghir, maka mereka akan menganggap bodoh para kibaar".
(Jami' bayanil ilmi wafadllihi 1/192)

(Sumber: Ust. Abu Yahya Badrusalam)

Nasihat Abdullah bin 'Abbas, Islam, shalat, tarbiyah,bekam, pendidikan islami, keluarga sakinah, thibbun nabawi, hadis nabi, rukun islam, rukun iman, rukun shalat, al quran, kisah islami, asmaul husna, kisah para nabi, Allah SWT, Subhanallah, masyarakat islami, pengobatan islami, ibadah islami, ekonomi islam, dunia islam, hadis shahih, kajian al qur’an

Abdullah bin 'Abbas berkata:
"Wahai pelaku dosa, jangan kamu merasa aman dari akibat dosa, dan yang mengikuti dosa lebih besar dari dosa itu sendiri:
Sedikitnya rasa malumu kepada orang yang ada dikanan dan kirimu ketika engkau berbuat dosa, lebih besar dari dosa yang engkau lakukan itu.
Tertawamu ketika berbuat dosa, padahal kamu tidak mengetahui apa yang akan Allah lakukan kepadamu, lebih besar dari dosa tersebut.
Rasa sedihmu ketika terluput dari dosa, lebih besar dari dosamu ketika kamu dapat melakukannya.
Ketakutanmu kepada angin yang akan membuka pintu ketika kamu melakukan dosa; sementara hatimu tidak bergetar dari penglihatan Allah, lebih besar dari dosa yang kamu lakukan".
(Sifatush shofwah 1/383)

(Sumber: Ust. Abu Yahya Badrusalam)

Yang dikhawatirkan oleh Nabi SAW akan menimpa umatnya, Islam, shalat, tarbiyah,bekam, pendidikan islami, keluarga sakinah, thibbun nabawi, hadis nabi, rukun islam, rukun iman, rukun shalat, al quran, kisah islami, asmaul husna, kisah para nabi, Allah SWT, Subhanallah, masyarakat islami, pengobatan islami, ibadah islami, ekonomi islam, dunia islam, hadis shahih, kajian al qur’an

Bagian 1.

1. Dibukanya pintu kesenangan dunia.

إِنِّ مِمَّا أَخَافُ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِي مَا يُفْتَحُ عَلَيْكُمْ مِنْ زَهْرَةِ الدُّنْيَا وَزِينَتِهَا

"Sesungguhnya diantara perkara yang aku khawatirkan atas kalian setelahku adalah dibukakan kepadamu kesenangan dunia dan perhiasannya". (HR Bukhari dan Muslim).



Dunia telah disifati oleh Allah sebagai kesenangan yang menipu, berbangga-bangga dengan harta dan anak-anak. Allah Ta'ala berfirman:

ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ

"Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga diantara kamu serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridlaannya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu". (Al Hadiid : 20).

Kesenangan dunia dan perhiasannya telah menjadikan banyak manusia lupa dan lalai, oleh karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat mengkhawatirkan umatnya dilalaikan dengan mengejar dunia dan melupakan kehidupan akhirat, karena yang demikian itu menyebabkan kaum muslimin mendapatkan hal yang tidak diinginkan yaitu:

a. Menjadi terhina di hadapan kaum kuffar.

Sebagaimana sabda Nabi shallalahu 'alaihi wasallam :

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

"Apabila kamu berjual beli dengan cara riba, mengambil ekor sapi, rela dengan tanaman dan meninggalkan jihad (membela agama), Allah akan kuasakan kehinaan kepadamu dan Dia tidak akan mencabutnya sampai kamu kembali kepada agamamu (yang benar)". (HR Abu Dawud dan lainnya).

Ini artinya kaum muslimin lebih mencintai dunia dan tidak mau membela agama Allah karena lebih disibukkan dengan mengejar dunia dan perhiasannya walaupun dengan cara yang diharamkan oleh Allah 'Azza wajalla, sehingga kewibawaan kaum musliminpun hilang dan Allah jadikan mereka terhina bagaikan buih yang bawa oleh banjir. Rosulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

“Hampir-hampir umat-umat kafir saling memanggil untuk melahap kalian sebagaimana orang-orang lapar saling memanggil untuk melahap hidangan“. Lalu seorang shahabat berkata: ”Apakah jumlah kita sedikit waktu itu ? beliau bersabda: ”Justru jumlah kalian banyak pada waktu itu, akan tetapi seperti buih yang dibawa oleh banjir, dan Allah benar-benar akan mencabut rasa takut kepada kalian dari dada-dada mereka, dan melemparkan kepada hati kalian al wahan“. Seorang sahabat berkata: ”Apakah al wahan itu ? beliau bersabda: ”cinta dunia dan takut mati“. (HR Abu Dawud no 4297 dan dishohihkan oleh Syeikh Al Bani dalam shohih Sunan Abi Dawud).

b. Saling menumpahkan darah.

Cinta dunia menjadikan manusia gelap mata dan kikir, sehingga mereka berlomba mencarinya dengan berbagai macam cara walaupun harus dengan menumpahkan darah saudaranya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ.

"Jauhilah berbuat zalim karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat, Jauhilah syuhh (sangat kikir) karena sangat kikir itu telah membinasakan orang-orang sebelum kamu, dan membawa mereka untuk menumpahkan darah dan menganggap halal wanita-wanita mereka". (HR Muslim).

Sifat syuhh muncul akibat cinta dunia yang amat sangat, Ath Thibi rahimahullah berkata: "Bakhil adalah kikir dan syuhh adalah bakhil yang disertai berbuat zalim, (dalam hadits ini) disebutkan syuhh setelah menyebutkan zalim untuk menunjukkan bahwa syuhh adalah macam zalim yang paling berat akibat dari cinta dunia dan kelezatannya".

Sejarahpun telah mencatat bagaimana kaum muslimin saling menumpahkan darah untuk merebut tahta, sebagaimana disebutkan bahwa ketika banu umayah telah ditumbangkan oleh banu Abasiyah, setiap harinya algojo-algojo banu Abasiyah membunuh delapan puluh orang dari banu umayah lalu mereka menggelar tikar dan makan minum di atas mayat-mayatnya. Dunia islam tak pernah sepi dari perang saudara sebagaimana yang kita baca dalam kitab-kitab sejarah akibat cinta dunia dan kelezatannya. Allahul musta'an.

c. Tidak peduli halal dan haram.

Cinta dunia menjadikan manusia membabi buta tak peduli kepada halal dan haram, tidak ada lagi rasa takut kepada siksa Allah Ta'ala, ia mencari rizki tanpa mempedulikan hukum-hukum Allah sebagaimana disebutkan dalam hadits:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

"Sesungguhnya akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang tidak memperdulikan dengan apa ia mengambil harta, apakah dari yang halal ataukah dari yang haram". (HR Bukhari).

Perkara-perkara ini yang dikhawatirkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam atas umatnya apabila kesenangan dunia dibukakan kepada mereka, oleh karena itu beliau menganggap bahwa orang yang rakus dengan dunia dan tamak kepada harta lebih berbahaya dari serigala lapar, beliau bersabda:

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ

"Tidaklah dua serigala lapar yang dilepaskan kepada seekor kambing lebih berbahaya untuk agama seseorang dari orang yang rakus terhadap harta dan kedudukan". (HR At Tirmidzi dan lainnya).

Ibnu Rajab rahimahullah berkata: "Ini adalah permisalan yang agung yang diumpamakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bagi kerusakan agama seorang muslim akibat rakus terhadap harta dan kedudukan dunia dan bahwa kerusakannya tidak lebih berat dari rusaknya kambing yang dimangsa oleh dua ekor serigala lapar..".

Merenungi hakikat kehidupan dunia.

Saudaraku seiman, sesungguhnya kehidupan dunia bukanlah kehidupan yang abadi, namun ia akan hancur dan amat hina di hadapan Allah lebih hina dari bangkai, Jabir bin Abdillah radliyallahu 'anhu berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِالسُّوقِ دَاخِلًا مِنْ بَعْضِ الْعَالِيَةِ وَالنَّاسُ كَنَفَتَهُ فَمَرَّ بِجَدْيٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ فَتَنَاوَلَهُ فَأَخَذَ بِأُذُنِهِ ثُمَّ قَالَ أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ فَقَالُوا مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ قَالَ أَتُحِبُّونَ أَنَّهُ لَكُمْ قَالُوا وَاللَّهِ لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيهِ لِأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ فَقَالَ فَوَاللَّهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ

"Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke pasar dari arah 'Aliyah dan para shahabatnya berada di sekitarnya, beliau melewati bangkai anak kambing yang telinganya kecil lalu beliau mengambilnya dengan memegang telinganya kemudian bersabda: "Siapakah diantara kamu yang mau membelinya dengan harga satu dirham?" Mereka berkata: "Kamu tidak suka bangkai itu menjadi milik kami, apa yang bisa kami gunakan darinya". Beliau bersabda: "Atau kamu suka bangkai ini menjadi milikmu ?" Mereka berkata: "Demi Allah, kalaupun ia masih hidup maka ia binatang yang mempunyai aib karena telinganya kecil, bagaimana jadinya kalau ia bangkai?" Beliau bersabda: "Demi Allah, dunia lebih hina bagi Allah dari bangkai ini untuk kalian". (HR Muslim).

Lebih hina dari bangkai ?! ya, karena bangkai menjijikkan dan dibenci oleh manusia sehingga mereka tidak akan dilalaikan untuk berlomba mencari bangkai, sedangkan dunia menjadikan manusia lalai dan tertipu karena perhiasannya menyilaukan hati yang dipenuhi cinta dunia. Maka jadikanlah dunia ini sebagai tempat perlombaan kita mencari pahala akhirat dan keridlaan Allah 'Azza wa Jalla, sambil mencari harta yang halal dan menggunakan harta itu untuk mendulang pahala sebesar-besarnya dan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dahulu, kaum mukminin sibuk berlomba mencari pahala akhirat. Abu Dzarr radliyallahu ‘anhu berkata,” Sesungguhnya beberapa orang dari shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ,”Wahai Rosulullah, orang-orang kaya telah pergi membawa pahala banyak ; mereka sholat sebagaimana kami sholat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan harta mereka…”. (HR Muslim).

Subhanallah ! mereka iri kepada orang kaya bukan karena mempunyai materi kekayaan yang tidak mereka miliki, namun iri karena orang kaya dapat berinfaq dan shodaqah sementara mereka tidak, sehingga mereka tidak dapat meraih pahala besar seperti yang diraih oleh orang kaya.

Memang itulah tempat perlombaan kaum mukminin, maka selayaknya bagi seorang muslim untuk memikirkan masa depannya di hari akhirat, karena harta dan anak-anak pada hari itu tidak bermanfaat kecuali orang yang membawa hati yang selamat, membawa pahala besar agar dapat menyelamatkan dirinya dari api neraka.

2. Hawa nafsu dan syahwat.

إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى.

"Sesungguhnya diantara yang aku khawatirkan atasmu adalah syahwat yang menyesatkan pada perut dan kemaluanmu dan hawa nafsu yang menyesatkan".

Hawa nafsu dan syahwat adalah penyakit yang amat berbahaya yang menghinggapi hati seorang muslim, di dalam Al Qur'an Allah Ta'ala telah mencela hawa nafsu dan pelakunya dan menyebutkan bahaya-bahaya yang ditimbulkan olehnya, yaitu:

a. Pengikut hawa nafsu bagaikan anjing.

Allah Ta'ala menyebutkan bahwa orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya bagaikan anjing yang menjulurkan lidahnya, Allah Ta'ala berfirman :

ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦﮧ ﮨﮩ ﮪ ﮫﮬﮭﮮﮯ ﮰ ﮱ ﯓﯔ ﯕﯖﯗ ﯘ ﯙﯚﯛﯜﯝ ﯞﯟ

"Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami ajarakan kepadanya ayat-ayat Kami, lalu ia lepas darinya maka setan mengikutinya dan jadilah ia orang-orang yang sesat. Kalau Kami kehendaki, Kami akan mengangkat derajatnya dengan (ayat-ayat itu), akan tetapi ia condong kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan lidahnya juga..". (Al A'raf : 175-176).

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata: "Allah Subhanahu wa Ta'ala menyerupakan orang yang diajarkan ilmu dan Al Kitab namun ia tidak mau mengamalkannya dan mengikuti hawa nafsunya seperti anjing yang termasuk hewan yang paling dungu dan sangat rakus yang semangatnya tidak melebihi perut (dan kemaluannya), diantara bukti kerakusannya adalah ia senantiasa berjalan dengan moncong hidungnya ke tanah, ia selalu mencium duburnya tanpa bagian tubuhnya yang lain, bangkai lebih ia sukai dari daging yang segar, tinja lebih ia gemari dari makanan yang enak, jika ia menemukan bangkai yang mencukupi seratus anjing ia tidak akan memberikan peluang anjing lain untuk makan bersamanya saking rakus dan bakhilnya.

Penyerupaan orang yang lebih mengutamakan kehidupan dunia dari kehidupan akhirat padahal ia mempunyai ilmu yang banyak seperti anjing yang menjulurkan lidahnya mempunyai rahasia yang indah yaitu bahwa orang yang lepas dari ayat-ayat Allah ini dan lebih mengikuti hawa nafsunya semua itu disebabkan keserakahannya terhadap dunia dan hatinyapun terputus dari Allah dan kampung akhirat karena keserakahannya itu..".

b. Disesatkan di atas ilmu.

ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦﭧ ﭨ ﭩ ﭪ

"Bagaimana pendapatmu mengenai orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allahpun menyesatkannya di atas ilmu dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan penutup pada penglihatannya? Maka siapakah yang dapat memberinya hidayah setelah Allah? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (Al Jatsiyah : 23).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Artinya ia hanya mau melakukan perintah hawa nafsunya saja, apa yang ia pandang baik dilakukannya dan apa yang menurutnya buruk ditinggalkannya dan ayat ini dapat dijadikan dalil yang membantah pendapat Mu'tazilah yang berpendapat bahwa akal berdiri sendiri dalam menilai baik dan buruk.. (dan Allahpun menyesatkannya di atas ilmu) ada dua makna: yang pertama bahwa Allah menyesatkannya karena Allah mengetahui bahwa ia berhak mendapatkannya dan pendapat kedua adalah bahwa Allah menyesatkannya setelah tegak hujjah kepadanya".

c. Yang paling sesat di dunia.

ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸﯹ ﯺ ﯻ ﯼ ﯽ ﯾ ﯿ ﰀ

"Dan siapakah yang paling sesat dari orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tanpa petunjuk dari Allah? Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (Al Qashash : 50).

Syaikh Abdurrahman As Sa'di rahimahullah berkata: "Ini adalah manusia yang paling sesat, ia ditawarkan hidayah dan jalan yang lurus yang akan menyampaikannya kepada Allah dan negeri kemuliaan, namun ia tidak mau menerima dan tidak pula menengoknya, sementara hawa nafsunya menyerunya kepada jalan yang akan menyampaikannya kepada kebinasaan dan kesengsaraan ternyata ia mengikutinya dan meninggalkan hidayah.

Adakah orang yang lebih sesat dari orang yang seperti ini sifatnya?! Akan tetapi permusuhan dan kebenciannya kepada kebenaran yang menjadikan ia terus menerus di atas kesesatan sehingga Allah tidak memberi hidayah kepadanya".

d. Tidak berhak menjadi panutan.

ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ

"Dan janganlah engkau taati orang yang Kami lalaikan hatinya untuk mengingat Kami dan mengikuti hawa nafsunya dan keadaannya sudah melampaui batas". (Al Kahfi : 28).

Dalam ayat ini Allah melarang Rasul-Nya untuk mentaati orang yang mempunyai salah satu dari tiga sifat: yang pertama adalah yang lalai dari mengingat Allah sehingga iapun dilalaikan oleh Allah dari mengingat-Nya sebagai balasan dari perbuatannya. Yang kedua adalah mengikuti hawa nafsunya dengan mengikuti semua titah syahwatnya bahkan berusaha untuk meraihnya walaupun padanya terdapat kebinasaan dan kerugian. Dan yang ketiga adalah yang urusannya sia-sia dan meremehkan batasan-batasan Allah dan syari'at-Nya, maka orang yang seperti ini tidak berhak menjadi panutan dalam kehidupan manusia.

Syaikh Abdurrahman As Sa'di rahimahullah berkata: "Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang berhak ditaati dan menjadi imam untuk manusia adalah orang yang hatinya dipenuhi dengan mencintai Allah dan lisannya senantiasa basah dengan dzikir kepada-Nya, ia senantiasa mengikuti keridlaan Rabbnya dan lebih mengutamakannya dari hawa nafsunya, iapun selalu menjaga waktunya dan istiqamah perbuatannya serta mengajak manusia kepada (hidayah) yang Allah berikan kepadanya".

e. Sifat orang yang zalim.

ﮠ ﮡ ﮢﮣ ﮤﮥ ﮦﮧ ﮨ ﮩﮪ ﮫ ﮬﮭ ﮮﮯﮰ ﮱ ﯓ

"Akan tetapi orang-orang zalim itu mengikuti hawa nafsu mereka dengan tanpa ilmu, maka siapakah yang mampu memberikan hidayah kepada orang yang Allah sesatkan? dan mereka tidak memiliki penolong-penolong (selain Allah)". (Ar Ruum : 29).

f. Menyesatkan pelakunya dari jalan Allah.

ﰁ ﰂ ﰃ ﰄ ﰅ ﰆ ﰇﰈ

"Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkanmu dari jalan Allah..". (Shaad : 26).

Amat berat kerusakan yang ditimbulkan oleh hawa nafsu dan syahwat, ia merusak dunia dan agama bahkan merusak tatanan kehidupan manusia akibat hatinya yang telah hitam kelam tidak lagi dapat mengenal yang ma'ruf tidak pula mengingkari yang mungkar sebagaimana disebutkan dalam hadits:

وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ

"..dan hati yang hitam seperti cangkir yang terbalik; tidak mengenal yang ma'ruf dan tidak mengingkari yang mungkar kecuali yang sesuai dengan hawa nafsunya". (HR Muslim).

Yang lebih berbahaya lagi adalah orang yang berusaha mencari dalil untuk berdalih membenarkan hawa nafsunya dan menafsirkan ayat dan hadits sesuai seleranya, maka orang seperti ini sangat sulit kembali walaupun ditegakkan kepadanya seribu dalil.

Takut kepada Allah dan siksa-Nya.

Jalan keselamatan dari bahaya hawa nafsu dan syahwat adalah dengan memperkuat rasa takut kita kepada Allah, bagaimana adzab-Nya yang amat pedih dan bahwasannya Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. Allah mampu mengadzabnya secara tiba-tiba dalam keadaan ia tidur di waktu malam atau bermain di waktu dluha, Allah Ta'ala berfirman:

ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ

"Apakah penduduk negeri itu merasa aman untuk ditimpa adzab Kami di waktu malam dalam keadaan mereka tidur? Ataukah penduduk negeri itu merasa aman untuk ditimpa adzab Kami di waktu dluha dalam keadaan mereka bermain? Apakah merasa aman dari makar Allah? Tidak ada yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi". (Al A'raaf : 97-99).

Allah mampu untuk mencabut keberkahan hidupnya, bahkan menimpakan kepadanya berbagai macam malapetaka dan kesempitan hati, sehingga ia kehilangan kebahagiaan dan ketenangan, bahkan kenikmatan yang ia rasakan hakikatnya adalah buah simalakama yang mengulurnya agar lebih bertambah kesesatannya, dan bertambah penderitaan batinnya yang berakhir dengan kebinasaan.

ﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼ ﯽ ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ ﰂ ﰃ ﰄ ﰅ ﰆ ﰇ ﰈ ﰉ ﰊ ﰋ ﰌ

"Tatkala mereka meninggalkan apa yang telah diperingatkan, Kami bukakan untuk mereka pintu-pintu segala kesenangan, sehingga apabila mereka telah bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka, tiba-tiba Kami adzab ia dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam putus asa". (Al An'am:44).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنْ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ

"Apabila engkau melihat Allah memberikan kesenangan dunia kepada seorang hamba apa yang ia sukai akibat maksiat-maksiatnya sesungguhnya ia adalah istidraj (penguluran waktu agar lebih sesat) kemudian beliau membacakan ayat di atas". (HR Ahmad dan lainnya).

Berjuang melawan hawa nafsu.

Maka hendaknya kita berjuang melawan hawa nafsu dan ia adalah jihad yang agung sebagaimana dikabarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

وَ أَفْضَلُ الْجِهَادِ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي ذَاتِ اللهِ.

"Dan jihad yang paling utama adalah orang yang menjihadi dirinya di jalan Allah".(HR Ibnu Nashr).

ibnu Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa jihad melawan diri lebih dikedepankan dari pada jihad melawan musuh, beliau berkata: ”Tatkala jihad melawan musuh-musuh Allah adalah cabang dari jihad seorang hamba melawan dirinya di jalan Allah, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

المُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللهِ وَالمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ.

“Mujahid adalah orang yang menjihadi dirinya dalam rangka menta’ati Allah, dan Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang “. (HR Ahmad).

Maka jihad melawan diri sendiri di jalan Allah lebih didahulukan dari pada jihad melawan musuh di luar, bahkan sebagai pokok baginya. Karena orang yang tidak mampu berjihad melawan dirinya sendiri untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, tidak mungkin ia mampu berjihad melawan musuh di luar.

Bagaimana ia mampu menjihadi musuh diluar, sementara musuh yang ada pada dirinya sendiri telah menguasai dirinya, ia tidak mampu menjihadinya dan melawannya di jalan Allah ?! bahkan ia tidak mungkin keluar melawan musuh sampai ia menjihadi dirinya untuk keluar.

Dua musuh ini adalah sebagai ujian bagi seorang hamba, dan diantara keduanya ada musuh yang ketiga yang tidak mungkin melaksanakan jihad yang dua tadi kecuali dengan menjihadi yang ketiga ini, karena ia selalu menggembosi hamba untuk dapat menjihadi diri dan musuhnya, menakut-takuti hamba dan terus menerus mengkhayalkan kepadanya sebagai sesuatu yang amat berat, dimana ia akan meninggalkan kesenangan, kelezatan dan syahwatnya.

Tidak mungkin ia menjihadi diri dan musuhnya kecuali dengan menjihadi yang ketiga ini, ia adalah pondasi untuk kedua jihad itu, musuh yang ketiga itu adalah setan, Allah berfirman :

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا.

“Sesungguhnya setan itu musuh untuk kalian, maka ambillah ia sebagai musuh “.

Perintah untuk menjadikan setan sebagai musuh adalah sebagai peringatan untuk mengeluarkan seluruh kemampuan kita dalam rangka memerangi dan menjihadinya, ia adalah musuh yang tak pernah lelah, dan tidak pernah berkurang untuk memerangi hamba selagi nafas masih ada “.

Namun janganlah pembaca memahami bahwa perkataan di atas dianggap meniadakan jihad melawan musuh, karena ini adalah konsekwensinya. Dan jihad melawan musuh tentu telah ada aturannya dan telah dibicarakan oleh para ulama, bukan di sini pembahasannya.

3. Syirik kecil Riya.

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ، قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِى النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمُ، اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِى الدُّنْيَا، فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً.

"Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah syirik kecil". Mereka berkata: "Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Riya, Allah 'Azza wa Jalla akan berfirman kepada mereka pada hari kiamat ketika amalan manusia diberi balasan: "Pergilah kepada orang yang kamu harapkan pujiannya sewaktu di dunia dan lihatlah apakah kamu mendapati pahala dari mereka?" (HR Ahmad).

Sesungguhnya riya adalah penyakit yang sangat berbahaya yang berasal dari kurangnya ketauhidan hamba kepada Allah Ta'ala, diantara bahaya riya adalah:

a. Riya membatalkan amalan seorang hamba, Allah Ta'ala berfirman:

ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼﯽ ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ ﰂ ﰃﰄ ﰅ ﰆ ﰇ ﰈ ﰉ ﰊ

"Seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ingin dilihat oleh manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari akhirat, perumpamaannya adalah seperti batu cadas yang di atasnya ada tanah lalu hujan menimpanya dan menjadikan batu tersebut licin (bersih) kembali, mereka tidak memperoleh sesuatu apapun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir". (Al baqarah : 264).

b. Riya adalah sifat orang munafik sebagaimana firman Allah Ta'ala:

ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka, dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malasnya, mereka riya kepada manusia dan tidak mengingat Allah kecuali sedikit saja". (An Nisaa : 142).

c. Pelaku riya adalah yang pertama kali dilemparkan ke dalam api Neraka.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ.

"Sesungguhnya orang yang pertama kali diadzab pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid, lalu ia didatangkan dan Allah memperkenalkan nikmat-Nya kepadanya dan ia pun mengenalnya. Allah berfirman: “Apa yang engkau amalkan padanya?” ia menjawab: “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku mati syahid”. Allah berfirman: “Kamu dusta, akan tetapi kamu berperang agar disebut pemberani dan telah dikatakan padamu”. Lalu orang itu diperintahkan agar diseret di atas wajahnya sampai dilemparkan ke dalam api Neraka. Dan orang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur’an, ia didatangkan lalu Allah memperkenalkan nikmat-Nya kepadanya dan iapun mengetahuinya. Allah berfirman: “Apa yang engkau amalkan padanya?” ia menjawab: “Aku mempelajari ilmu dan membaca Al Qur’an karena Engkau”. Allah berfirman: “Kamu dusta, akan tetapi kamu mempelajari ilmu agar disebut ulama dan membaca Al Qur’an agar disebut qori dan telah dikatakan demikian kepadamu”. Lalu orang itu diperintahkan agar diseret di atas wajahnya sampai dilemparkan ke dalam api Neraka. Dan orang yang Allah luaskan rizkinya dan diberi semua macam harta lalu ia didatangkan dan Allah memperkenalkan nikmat-Nya kepadanya dan ia pun mengenalnya. Allah berfirman: “Apa yang engkau amalkan padanya?” ia menjawab: “Tidak ada satupun jalan yang Engkau sukai untuk diinfakkan padanya kecuali aku telah menginfakkannya karena Engkau”. Allah berfirman: “Kamu dusta, akan tetapi kamu berbuat itu agar disebut dermawan dan telah dikatakan demikian kepadamu”. Lalu orang itu diperintahkan agar diseret di atas wajahnya sampai dilemparkan ke dalam api Neraka”. (HR Muslim).

d. Allah berlepas diri dari pelaku riya.

Dalam hadits qudsi Allah Ta'ala berfirman:

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

"Aku paling tidak membutuhkan sekutu, barang siapa yang mempersekutukanKu dengan yang lain, Aku akan tinggalkan ia dan kesyirikannya". (HR Muslim).

e. Lebih ditakutkan dari Al Masih Dajjal.

Abu Sa'id Al Khudri radliyallahu 'anhu berkata:

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَقَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنْ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ قَالَ قُلْنَا بَلَى فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar kepada kami dan kami sedang memperbincangkan Al Masih Dajjal, beliau bersabda: "Maukah aku kabarkan kepadamu yang lebih aku takutkan untuk menimpamu dari Al Masih Dajjal ?" kami berkata: "Mau". Beliau bersabda: "Syirik kecil yaitu seseorang berdiri shalat lalu ia memperbagus shalatnya karena ada orang yang memperhatikannya". (HR Ibnu majah).

Warna-warni riya.

Riya mempunyai warna warni yang berbeda karena kelincahan setan dalam menggoda manusia, terlebih orang yang diberikan kelebihan baik dalam ilmu, ibadah, kemerduan suara, dan lain sebagainya. Riya' masuk dalam berbagai macam sisi kehidupan; dalam lapangan ilmu misalnya setan berusaha menggoda manusia agar jatuh ke dalam riya, di antara fenomena riya dalam lapangan ilmu:

a. Terlalu berani berfatwa dan tergesa-gesa untuk mengajar.

Sifat ini adalah akibat cinta ketenaran dan ingin disebut sebagai 'alim ulama, sehingga ia amat berani berfatwa karena takut dikatakan 'tidak tahu'. Padahal para ulama terdahulu, rasa takut mereka kepada Allah mengalahkan rasa takutnya untuk dikatakan 'tidak tahu'.

Abu Dawud berkata: "Tak terhitung jumlahnya aku mendengar imam Ahmad ditanya tentang permasalahan yang masih diperselisihkan, beliau berkata: "Aku tidak tahu". Imam Ahmad berkata: "Aku tidak pernah melihat fatwa yang lebih bagus dari fatwa Sufyan bin 'Uyainah, ia amat ringan untuk berkata: "Tidak tahu".

Ibnu Qayyim berkata: "Para ulama salaf dari kalangan shahabat dan Tabi'in tidak suka tergesa-gesa dalam berfatwa, dan setiap mereka berharap agar saudaranyalah yang menjawabnya, dan bila ia melihat sudah menjadi keharusan baginya, maka ia mengeluarkan semua kesungguhannya untuk mengetahui hukumnya dari Al Qur'an dan sunnah atau pendapat Khulafa Ar Rasyidin, kemudian ia berfatwa".

Doktor Nashir al ‘aql berkata :” diantara kesalahan yang harus di peringatkan dalam masalah fiqih adalah memisahkan dakwah dari ilmu, dan ini lebih banyak ditemukan pada pemuda, mereka berkata ,” berdakwah berbeda dengan menuntut ilmu “. Oleh karena itu, kita dapati para pemuda sangat memperhatikan amaliyah dakwah, bahkan memberikan semua kesungguhannya, akan tetapi ia sangat sedikit dalam menghasilkan ilmu syar’iat, padahal kebalikannya itulah yang benar, hendaklah ia menuntut ilmu dan bertafaqquh dalam agama, menghasilkan ilmu-ilmu syari’at kemudian baru ia berdakwah…”. (Al Fiqhu fiddiin hal 58).

b. Sibuk dengan ilmu yang bersifat fardlu kifayah dan meninggalkan yang fardlu 'ain.

Ia sibuk memperdalam ilmu-ilmu qira'at dan makhrajnya, namun meninggalkan yang lebih utama darinya, yaitu mentadabburi makna-maknanya. Ia memperdalam permasalahan-permasalahan fiqih yang amat pelik namun meninggalkan ilmu tauhid dan ikhlas. Namun bukan berarti kita berburuk sangka kepada mereka, akan tetapi perbuatan tersebut termasuk langkah-langkah setan dalam menggoda manusia.

c. Suka berdialog dan bertengkar dalam agama.

Sifat ini digemari oleh orang-orang yang terfitnah oleh popularitas, dan ingin mengalahkan saingannya dengan memperlihatkan kehebatannya, dan ini adalah tanda yang tidak baik, imam Al Auza'I berkata: "Apabila Allah menginginkan keburukan kepada suatu kaum, Allah bukakan kepada mereka pintu jidal, dan menutup untuknya pintu amal".

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ في رَبَضِ الْجَنّةِ لِمَنْ تَرَكَ المِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقاّ..

"Aku menjamin dengan rumah di pinggir surga, untuk orang yang meninggalkan mira' (debat kusir), walaupun ia di pihak yang benar..". (HR Abu Dawud).

Para ulama salaf terdahulu berdialog bila dalam keadaan terpaksa saja, dan adanya orang-orang yang tergelincir dalam masalah ini adalah karena niat yang tidak baik, padahal para ulama salaf lebih memperhatikan amal dari berbicara, adapun sekarang, banyak dari kita yang lebih banyak memperhatikan berbicara karena ingin dianggap unggul. Allahul musta'an.

d. Marah bila dikritik dan bersikap dingin kepada orang yang menyelisihinya serta berbangga dengan banyaknya pengikut.

Ini akibat tidak ikhlasnya ia dalam menuntut ilmu dan berdakwah, imam Adz Dzahabi berkata: "Tanda orang yang ikhlas, yang terkadang tak terasa masih menyukai ketenaran, adalah bila ia diingatkan tentang hal itu, hatinya tidak merasa panas, dan tidak membebaskan diri darinya, namun ia mengakuinya dan berkata: "Semoga Allah merahmati orang yang mengingatkan aibku". Ia tidak berbangga dengan dirinya, dan penyakit yang berat adalah bila ia tidak merasakan aibnya tersebut".

Betapa indahnya perkataan beliau ini, amat layak untuk ditulis dengan tinta emas, dan menjadi renungan kita bersama.

Al Fudlail bin 'Iyadl berkata (Kepada dirinya): "Wahai, kasihannya engkau.. engkau berbuat buruk tetapi engkau merasa berbuat baik, engkau tidak tahu tetapi merasa selevel dengan ulama, engkau kikir tetapi merasa dermawan, engkau pandir tetapi merasa pintar dan berakal, ajalmu pendek namun angan-anganmu panjang".

Saudaraku, terkadang banyaknya pengikut membuat kita tertipu dan menjadikan seorang da'I berbangga. Bila yang hadir di majlis taklimnya banyak, ia senang, namun bila yang hadir sedikit, ia bersedih dan ciut hatinya, tanda apakah ini ya akhi..?!

Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah berkata: "Aku mempunyai majlis (ta'lim) di Masjid Jami' setiap hari jum'at, apabila yang hadir banyak, aku merasa senang. Dan apabila yang hadir sedikit, aku merasa sedih. Lalu aku tanyakan kepada Bisyir bin Manshur, ia menjawab: "Itu majlis yang buruk, jangan kamu kembali kepadanya". Akupun tidak lagi kembali kepadanya.

Subhanallah!! Betapa ikhlasnya mereka, betapa jauhnya dari cinta popularitas, sedangkan kita ?!! entah, wallahu a'lam.

Abu Dawud no 3462 dari jalan Haywah bin Syuraih dari Ishaq Abu Abdirrahman Al Khurrasani dari 'Atha Al Khurrasani dari Nafi' dari ibnu Umar. Qultu: "Sanad hadits ini lemah karena Ishaq bin Asid Abu Abdirrahman adalah perawi yang lemah demikian pula 'Atha Al Khurrasani. Namun imam Ahmad no 4593 meriwayatkan dari jalan Abu Bakar bin 'Ayyasy dari Al A'masy dari Atha' bin Abi Rabah dari ibnu Umar. Qultu: "Sanad ini shahih". Dan hadits ini dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam silsilah hadits shahih no 11.

Faidlul qadiir 1/175.

Syarah hadits maa dzi'baani hal 21.

Muslim 2/697 no 1006.

Lihat shahih targhib dan tarhib no 52 dan 2143.

I'lamul muwaqqi'in hal 114-115 tahqiq Raid bin Shabri bin Abi 'Alafah.

Tafsir ibnu Katsir 7/205-206 tahqiq Hani Al Haj.

Taisir Al Karimirrahman hal 567 cet. Muassasah Risalah.

Taisir Al Karimirrahman hal 425 cet. Muassasah Risalah.

Muslim 1/128 no 144.

Ahmad dalam musnadnya 17349 dari jalan Risydin bin Sa'ad Abul Hajjaj Al Mahri dari Harmalah bin Imran At Tujibi dari Uqbah bin Muslim dari Uqbah bin Amir dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Qultu: "Sanad ini dla'if karena Risydin adalah perawi yang dla'if sedangkan perawi lainnya tsiqah, namun ia dimutaba'ah oleh Abdullah bin Shalih Al Mishri sebagaimana dikeluarkan oleh Ath Thabrani dalam mu'jam kabiir no 913, dan Abdullah ini adalah katib Laits dikatakan oleh Adz Dzahabi: "Fiihi liin (terdapat kelembekan)". Sehingga hadits ini naik menjadi hasan ligharihi, dan juga dimutaba'ah oleh Hajjaj bin Sulaiman Ar Ra'ini dikeluarkan oleh Ad Dulaabi dalam Al Kuna no 605 tahqiq Abu Qutaibah Al Faryani dan Hajjaj ini dikatakan oleh Abu Zur'ah munkarul hadits dan ibnu Hibban berkata: "Haditsnya mu'tabar bila ia meriwayatkan dari tsiqah". Maka hadits ini menjadi semakin kuat dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 413.

Lihat silsilah shahihah no 1491.

Al Musnad no 24004, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 549.

Zadul Ma’ad 3/6 Tahqiq Syu’aib Al Arnauth.

Dalam musnadnya no 23680 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih Targhib no 32.

Muslim 3/1513 no 1905.

Muslim no 2985.

Ibnu Majah no 4204 dan dihasankan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih Targhib wattarhib no 30.

I'laamul muwaqqi'iin 1/33-34.

Sunan Abu Dawud no 4800, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih Abi Dawud no 4015.

Siyar a'lamin Nubalaa 7/393.

Siyar A'lamin Nubalaa 8/440.

Hilyatul auliya 9/12.


Bagian 2.

1. Para pemimpin yang menyesatkan.

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الْأَئِمَّةُ الْمُضِلُّونَ .

"Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah para imam yang menyesatkan". (HR Ahmad).

Para imam yang menyesatkan yang menyeru manusia kepada pintu-pintu neraka, sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadits Hudzaifah:

قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا

" Aku berkata: "Apakah setelah kebaikan itu akan ada lagi keburukan ?"

Beliau menjawab: "Iya, yaitu akan ada para penyeru kepada pintu-pintu Jahannam, siapa yang mengikutinya akan dilemparkan ke dalamnya".

Aku berkata: "Wahai Rasulullah, sifatkan mereka kepada kami ?"

Beliau menjawab: "Mereka dari kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita (umat islam.pen)". (HR Bukhari dan Muslim).

Terlebih di zaman ini, para imam yang menyesatkan amat banyak, terutama kaum Liberal dan antek-anteknya, yang berusaha merusak aqidah islam dan melontarkan syubhat-syubhat yang dahsyat dengan berbagai macam cara, semoga Allah menghancurkan mereka dan memberikan sanksi yang setimpal dengan kejahatan mereka.

Cara jitu menyesatkan manusia.

Saudaraku, sesungguhnya para imam kesesatan itu mempunyai banyak cara dalam menyesatkan manusia, diantara caranya adalah yang dituturkan oleh imam Asy Syathibi beliau berkata: "Setiap orang yang mengikuti mutasyabihat atau merubah-rubah manath atau menafsirkan ayat-ayat dengan penafsiran yang tidak pernah difahami oleh salafusshalih atau berpegang dengan hadits-hadits yang lemah atau memahami dalil dengan pemahaman yang dangkal untuk membenarkan perbuatan atau perkataan atau keyakinan yang sesuai dengan seleranya maka ia tidak akan pernah beruntung.. barang siapa yang ingin menyelamatkan dirinya hendaklah ia tatsabbut (memeriksa dengan teliti) sampai menjadi jelas kepadanya jalan (kebenaran), namun barang siapa yang meremehkan masalah ini, ia akan dilemparkan oleh hawa nafsu dalam jurang yang tidak ada tempat keselamatan kecuali dengan apa yang Allah kehendaki".

Perkataan Imam Asy Syathibi di atas menyebutkan beberapa cara yang digunakan para imam yang menyesatkan dalam mengelabui manusia, yaitu:

Pertama: Mengikuti mutasyabihat.

Mutasyabihat adalah ayat-ayat yang tidak ada yang mengetahui maknanya kecuali Allah sebagaimana firman Allah Ta'ala:

ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘﯙ

".. Adapun orang-orang yang hatinya condong (kepada kesesatan) mereka mengikuti yang mutasyabih karena menginginkan fitnah dan mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya kecuali Allah..". (Ali Imran : 7).

Contohnya adalah ayat-ayat yang menyebutkan tentang sifat-sifat Allah Ta'ala, dimana dari sisi maknanya telah diketahui dalam bahasa arab namun dari sisi hakikat dan tata caranya tidak ada yang mengetahuinya selain Allah, seperti sifat yad yang artinya tangan dari sisi sini maknanya jelas namun hakikat bentuknya tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, dan ahlussunnah menetapkan sifat tangan bagi Allah dan mengatakan bahwa tangan Allah tidak serupa dengan tangan makhluk-Nya.

Akan tetapi kelompok jahmiyah dan Mu'tazilah mengikuti mutasyabihat, mereka tidak dapat menerima ayat-ayat seperti ini karena mereka memikirkan hakikat dan bentuk tangan Allah dengan akal mereka yang lemah, lalu menyerupakan Allah dengan makhluknya dengan mengatakan: "Bila Allah mempunyai tangan berarti Allah berupa jasad renik yang membutuhkan satu sama lainnya". Hasilnya mereka menolak sifat ini dan menta'wil maknanya dengan mengatakan bahwa maksud tangan adalah ni'mat dan sebagainya. Maha suci Allah dari apa yang mereka katakan.

Sebagian ulama menafsirkan makna mutasyabihat bahwa ia adalah ayat yang mengandung beberapa makna dan tidak mungkin menentukan salah satu maknanya kecuali dengan merujuk ayat yang muhkam. Dan makna inipun benar dan tidak bertentangan dengan ayat di atas, karena hanya Allah yang mengetahui maknanya dan makna yang benar telah Allah jelaskan dalam ayat-ayat yang muhkam, oleh karena itu sikap yang benar terhadap ayat-ayat mutsyabihat adalah dengan mengembalikannya kepada ayat-ayat yang muhkam bila ada, dan bila tidak ada maka tetap mengimaninya tanpa bertanya tata caranya. Wallahu a'lam.

ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Adapun tata cara para shahabat, tabi’in dan para ulama hadits seperti Asy Syafi’I, Ahmad, Malik, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Al bukhari dan lainnya adalah mereka mengembalikan dalil yang mutsyabih kepada dalil yang muhkam, dan mereka mengambil dalil yang muhkam untuk menjelaskan dalil yang mutasyabih, sehingga dalil yang mutasyabih tersebut sepakat dengan yang muhkam, dan nash pun saling berpadu; membenarkan satu sama lainnya, karena semuanya berasal dari Allah, dan yang berasal dari Allah tidak mungkin terjadi padanya kontradiksi.”

Contohnya adalah kata yad, dalam bahasa arab ia mempunyai beberapa makna yaitu tangan, ni'mat dan lainnya sehingga kaum Asy 'Ariyah menolat sifat tangan dengan alasan bahwa makna yad dalam bahasa arab mempunyai beberapa makna, padahal bila kita melihat redaksi ayat yang muhkam tampak dengan jelas bahwa yang dimaksud adalah tangan, Allah berfirman:

ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴﯵ

"Bahkan kedua tangan Allah terbuka, Dia berinfak sesuai dengan apa yang Dia kehendaki". (Al Maidah : 64).

Dalam ayat ini disebutkan kata yad dengan bentuk mutsanna (dua), sedangkan ni'mat Allah amatlah banyak tidak hanya dua, sebagaimana dalam ayat:

ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜﭝ

"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, kamu tidak akan dapat menghitungnya". (Ibrahim : 34).

Kedua: Merubah-rubah manath.

Manath adalah illat yaitu sifat yang tampak dan tetap dalam sebuah hukum atau dengan kata lain alasan pensyari'atan, contohnya illat diharamkannya arak adalah memabukkan, illat diharamkannya zina adalah merusak keturunan dan seterusnya. Merubah-rubah manath adalah sifat pengikut hawa nafsu yang bertujuan membenarkan hawa nafsunya, dan cara ini amat mengelabui orang awam karena mereka akan menganggap benar apa yang dilakukan olehnya.

Seperti perkataan sebagian orang bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa hari senin illatnya adalah dalam rangka merayakan hari kelahirannya dengan bukti ketika beliau ditanya tentang puasa hari senin beliau menjawab bahwa itu adalah hari kelahiran beliau shallallahu 'alaihi wasallam.

Bila kita perhatikan sekilas tampak benar namun bila kita perhatikan secara cermat dan kita bandingkan dengan pelaksanaan perayaan maulid yang ada di zaman ini akan sangat jelas kebatilan pendapat ini karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukannya dengan cara berpuasa sedangkan mereka melaksanakannya dengan ritual-ritual yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ini bila kita menerima bahwa illatnya adalah merayakan kelahirannya.

Akan tetapi illat ini tidak benar karena dijelaskan dalam hadits lain bahwa hari senin dan kamis adalah hari ditampakkan amal-amal shalih kepada Allah Ta'ala sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :

تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

"Amal-amal ditampakkan pada hari senin dan kamis maka aku suka amalanku ditampakkan dalam keadaan aku berpuasa". (HR At Tirmidzi dan beliau berkata: "Hadits hasan gharib".)

Perbuatan merubah-rubah manath sering kali dilakukan kaum liberal di zaman ini untuk merusak citra islam seperti perkataan mereka bahwa tujuan memotong tangan pencuri adalah agar pelakunya tidak mencuri lagi, jadi bisa diganti dengan cara lain seperti di beri uang atau dipenjara dan lainnya. Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentulah orang yang paling mengetahui makna-makna ayat dan beliau memperaktekan ayat potong tangan dengan cara memotong tangan pencuri sampai pergelangan tangannya, dan ini adalah sanksi yang paling tepat agar mereka jera dan meninggalkan pencurian, karena kenyataan membuktikan bahwa pencuri yang sanksinya sebatas dipenjara tetap tidak jera dan kembali melakukannya, bagaimana jadinya bila diberi uang. Allahul musta'an.

Ketiga: Menafsirkan ayat-ayat dengan penafsiran yang tidak pernah difahami oleh salafusshalih.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memuji tiga generasi pertama dalam sabdanya:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

"Sebaik-baiknya manusia adalah generasiku kemudian setelahnya kemudian setelahnya". (HR Bukhari dan Muslim).

Terutama generasi para shahabat yang telah dipuji oleh Allah secara khusus dalam kitab-Nya, dan menjadikan mereka sebagai parameter hidayah:

ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑﮒ

"Jika mereka beriman kepada apa yang kamu beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka akan senantiasa berada dalam perselisihan..". (Al Baqarah : 137).

Kata ganti "kamu" dalam ayat ini adalah untuk para shahabat, artinya bila mereka beriman seperti apa yang diimani oleh para shahabat maka mereka akan mendapat hidayah dan bila tidak maka mereka akan senantiasa berselisih, dan firman Allah adalah benar sesuai dengan kenyataan yang kita saksikan dimana setiap keyakinan yang menyimpang dari keyakinan dan pemahaman para shahabat senantiasa dalam perselisihan dan permusuhan, sebagian mereka menganggap sesat sebagian lainnya bahkan saling mengkafirkan.

Para imam kesesatan selalu berpaling dari pemahaman para shahabat karena tidak sesuai dengan hawa nafsunya, ia akan menafsirkan ayat-ayat atau hadits sesuai dengan hawa nafsu dan pemahamannya yang dangkal, bukan hanya itu bahkan mereka menganggap bahwa generasi khalaf (belakangan) dianggap lebih faham tentang ayat-ayat Allah dari pada generasi salaf, dan menuduh bahwa salaf katanya terlalu terkstual dan tidak kontekstual sebagaimana yang dinyatakan oleh gembong JIL di negeri ini.

Secara akal saja tidak mungkin generasi yang paling fasih yang langsung menyaksikan turunnya Al Qur'an dan melihat bagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menafsirkannya akan lebih bodoh dari kaum liberalis yang dungu itu, mungkinkah Allah memuji para shahabat dan menyatakan keridlaan-Nya sebagaimana dalam surat At Taubah ayat 100 dan ternyata kaum liberalis lebih tertunjuki dari mereka ?!

Atau mungkinkah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan bahwa sebaik-baik generasi adalah generasinya kemudian setelahnya kemudian setelahnya, dan ternyata kaum liberalis itu lebih baik dari tiga generasi yang utama ?! atau mungkinkah para ulama akan bersepakat di atas kesesatan tatkala mereka semua bersepakat bahwa para shahabat adalah sebaik-baiknya generasi dalam ilmu, pemahaman dan agama, padahal Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyatakan bahwa umatnya tidak mungkin bersepakat di atas kesesatan ?!!

Keempat: Berpegang kepada dalil-dalil yang lemah.

Dalil yang lemah hanya menghasilkan dzann yang marjuh (dugaan yang lemah) dan dugaan yang lemah tidak boleh dipakai dengan kesepakatan seluruh ulama, bagaimana kiranya bila dalil tersebut sangat lemah atau bahkan palsu, oleh karena itu seluruh ulama bersepakat mengharamkan berdalil dengannya dalam masalah aqidah, hukum maupun fadlilah amal.

Berdalil dengan dalil yang lemah biasa digunakan di masyarakat yang dikuasai oleh kebodohan terhadap ilmu hadits, dan para imam kesesatan akan berusaha menyembunyikan kelemahan dalil yang ia pakai dengan berbagai macam upaya, seperti mengklaim secara dusta bahwa hadits itu dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim atau salah satunya padahal tidak demikian, atau membawakan sebuah lafadz yang lemah namun ada lafadz lain yang shahih akan tetapi lafadz yang shahih tersebut tidak terdapat padanya sesuatu yang dapat mendukung ra'yunya, lalu ia gunakan lafadz yang lemah dan menempelkannya kepada lafadz hadits yang shahih.

Contohnya adalah berdalil dengan kisah hadits orang buta yang datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan memohon agar di do'akan kesembuhan untuk matanya lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan do'a kepadanya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى لِيَ اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ

"Ya Allah, aku memohon dan menghadap kepada-Mu dengan melalui Nabi-Mu Muhammad seorang Nabi rahmat. Sesungguhnya aku menghadap denganmu kepada Rabbku untuk memenuhi kebutuhanku ini, ya Allah berilah syafaat untuknya padaku". (HR At Tirmidzi).

Hadits ini dijadikan dalil bolehnya bertawassul melalui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam setelah wafat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, padahal hadits ini tidak menunjukkan kepada yang pemahaman tersebut karena hadits ini terjadi ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam masih hidup dan dilakukan di hadapan beliau, maka ia pun berhujjah dengan sebuah lafadz dalam salah satu lafadz dari hadits tersebut yaitu tambahan: "Jika ada hajat, lakukanlah seperti itu lagi". Tambahan inilah yang diinginkan oleh orang yang membela bolehnya tawassul melalui Nabi setelah wafatnya karena lafadz ini menunjukkan bolehnya melakukan do'a tersebut kapan ada keperluan walaupun beliau telah tiada, padahal tambahan ini diriwayatkan oleh Hammad bin Salamah, sedangkan Syu'bah bin Hajjaj meriwayatkan dengan tanpa tambahan tersebut. Dan Syu'bah jauh lebih tsiqah dari Hammad bin Salamah sehingga tambahan tersebut dihukumi syadz oleh para ulama yaitu periwayatan perawi yang tsiqah yang berlawanan dengan periwayatan perawi lain yang lebih tsiqah dan syadz adalah salah satu macam hadits lemah.

Kelima: Memahami dalil dengan pemahaman yang dangkal untuk membenarkan sebuah perbuatan atau perkataan atau keyakinan.

Memahami dengan pemahaman yang dangkal terjadi terkadang disebabkan oleh kemalasan untuk mencari dalil lain yang menjelaskannya atau ketidak tahuan peraktek para shahabat terhadap dalil tersebut atau lemahnya pengetahuan dia terhadap kaidah-kaidah ushul. Dan terkadang akibat hawa nafsu yang menjadikan ia memahaminya secara membabi buta tanpa menelitinya lebih lanjut.

Contoh kasus ini amatlah banyak terutama di kalangan ahlul bid'ah yang berusaha mempertahankan bid'ahnya mati-matian, seperti orang yang membuat lafadz-lafadz shalawat tertentu berdalil dengan keumuman hadits mengenai keutamaan bershalawat, atau orang yang merayakan maulid berdalil dengan ayat yang menunjukkan perintah untuk bergembira dengan karunia dan nikmat Allah dan lain sebagainya, bila kita perhatikan secara teliti sebetulnya dalil tersebut tidak mendukung apa yang mereka inginkan.

ENAM PERKARA.

أَخَافُ عَلَيْكُمْ سِتًّا : إِمَارَةَ السُّفَهَاءِ وَ سَفْكَ الدَّمِ وَ بَيْعَ الْحُكْمِ وَ قَطِيْعَةَ الرَّحْمِ وَ نَشْوًا يَتَّخِذُوْنَ الْقُرْآنَ مَزَامِيْرَ وَ كَثْرَةَ الشُّرَطِ .

"Aku khawatir atas kalian enam perkara: imarah sufaha (orang-orang yang bodoh menjadi pemimpin), menumpahkan darah, jual beli hukum, memutuskan silaturahmi, anak-anak muda yang menjadikan Al Qur'an sebagai seruling-seruling, dan banyaknya algojo (yang zalim)". (HR Ath Thabrani).

Dalam hadits ini Nabi mengkhawatirkan enam perkara atas umatnya yaitu:

2. Orang-orang bodoh menjadi pemimpin (Imarah sufaha).

Dalam hadits lain, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan siapa yang dimaksud dengan imarah sufaha, beliau bersabda kepada Ka'ab bin 'Ujrah:

أَعَاذَكَ اللَّهُ مِنْ إِمَارَةِ السُّفَهَاءِ قَالَ وَمَا إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ قَالَ أُمَرَاءُ يَكُونُونَ بَعْدِي لَا يَقْتَدُونَ بِهَدْيِي وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ لَيْسُوا مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُمْ وَلَا يَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ وَسَيَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي

"Semoga Allah melindungimu dari imarah sufaha". Ia berkata: "Siapakah imarah sufaha itu?" Beliau bersabda: "Yaitu pemimpin-pemimpin yang akan datang setelahku, mereka tidak mau mengambil petunjukku, dan tidak mau mengambil sunnahku. Barangsiapa yang membenarkan kedustaan mereka dan membantu kezalimannya, maka ia bukan dari golonganku dan aku bukan dari mereka, dan mereka tidak akan singgah di telaga haudlku. Dan barang siapa yang tidak membenarkan kedustaan mereka dan tidak membantu kezalimannya, maka merekalah golonganku dan aku dari golongan mereka, dan mereka akan singgah di telaga haudlku". (HR Ahmad).

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengkhawatirkan adanya imarah sufaha, karena mereka tidak mau mengambil petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam peraturan, sehingga hukum Allah dikesampingkan. Akibatnya, rusaklah kehidupan, padahal hukum Allah adalah kehidupan untuk manusia, Allah Ta'ala berfirman:

ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ

"Dan dalam qishas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa". (Al Baqarah : 179).

Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

حَدٌّ يُعْمَلُ بِهِ فِي الْأَرْضِ خَيْرٌ لِأَهْلِ الْأَرْضِ مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا

"Menegakkan sebuah hadd Allah lebih baik bagi penduduk bumi dari hujan selama empat puluh malam". (HR Ibnu Majah).

Indahnya hukum islam.

Dalam ayat di atas, Allah memanggil orang-orang yang berakal agar berfikir, bahwa hukum Allah adalah kehidupan untuk manusia; dalam kasus pembunuhan misalnya, bila ditegakkan qishash maka orang akan berfikir dua belas kali sebelum melakukannya, karena balasannya adalah dibunuh kembali. Pencuri akan jera, dan orang pun akan meninggalkan zina, dan manusia tidak akan berani menzalimi orang lain, karena akan diberi hukuman yang setimpal. Berbeda bila hanya dipenjara, mereka tak akan pernah jera, bahkan akan semakin merajalela.

Dalam pemilihan pemimpin, islam memerintahkan untuk menyerahkan kepada ahlul hilli wal 'aqdi yang berisi para alim ulama dan orang-orang yang berpengalaman, agar memilih pemimpin yang sesuai dengan syarat-syarat yang telah disebutkan oleh para ulama dalam kitab-kitab fiqih, diantaranya harus seorang mujtahid, luas pengetahuannya, sehat jasmani dan rohaninya, adil, menguasai taktik perang, dan lain-lain. Berbeda bila diserahkan kepada rakyat, maka yang dapat menjadi pemimpin adalah yang paling banyak suara dan uangnya, walaupun ia berhati setan dan berbadan manusia, sehingga tidak akan mungkin lepas dari korupsi dan manipulasi, karena besarnya uang yang dibutuhkan untuk pencalonan. Bila uang itu digunakan untuk pembangunan negara, tentu akan lebih bermanfaat dari pada dihambur-hamburkan untuk mencari masa.

Islam amat memperhatikan kesejahteraan rakyat dan menghilangkan kemudlaratan dari mereka, menghancurkan kezaliman dan melarakan tindakan semena-mena, cobalah dengarkan khutbah Abu Bakar radliyallahu 'anhu, ketika beliau diangkat menjadi khalifah:

"Wahai manusia, sesungguhnya aku telah diangkat menjadi pemimpinmu, namun aku bukan orang yang terbaik diantara kamu. Maka bila aku berbuat baik, bantulah aku, dan bila aku berbuat kesalahan, luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah dan kedustaan adalah khianat, dan orang yang lemah diantara kamu adalah kuat di sisiku, sampai aku kembalikan haknya insya Allah. Sedangkan orang yang kuat diantara kamu adalah lemah di sisiku, sampai aku ambil hak (zakat) darinya insya Allah. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah, kecuali Allah akan kuasakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah tersebar zina pada suatu kaum, kecuali Allah akan meratakan adzab-Nya kepada mereka. Taatilah aku selama aku mentaati Allah dan Rasul-Nya, dan apabila aku memaksiati Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada ketaatan atas kamu kepadaku".

3. Menumpahkan darah.

Menumpahkan darah adalah dosa yang amat besar di sisi Allah Ta'ala, dan Allah Ta'ala telah melarang menumpahkan darah dalam beberapa ayat-Nya, diantaranya Allah berfirman:

ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ

"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan alasan yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan". (Al Israa : 33).

Allah Ta'ala menyebutkan bahwa membunuh seorang manusia dengan tanpa alasan yang benar, sama dengan membunuh semua manusia, Allah Ta'ala berfirman:

ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫﭬ

"Oleh karena itu, Kami tetapkan bagi Bani Israil, bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya..". (Al Maidah: 32).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Artinya barangsiapa yang membunuh jiwa dengan tanpa alasan seperti qishas, atau berbuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia semuanya, karena tidak ada bedanya bagi dia suatu jiwa dengan jiwa lainnya..".

Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan bahwa membunuh jiwa tanpa alasan yang benar adalah salah satu perkara yang membinasakan, beliau bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

"Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan!" Mereka berkata: "Apakah itu wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari medan perang, dan menuduh wanita-wanita mukminah yang baik-baik". (HR Bukhari dan Muslim).

Karena jiwa seorang muslim lebih berharga dari dunia dan seisinya, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

قَتْلُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ زَوَالِ الدُّنْيَا.

"Membunuh mukmin lebih agung di sisi Allah dari hancurnya dunia".

4. Jual beli hukum.

Yang dimaksud dengan jual beli hukum adalah suap menyuap agar seorang hakim tidak menghukumi dengan hukum yang adil, dan ini adalah dosa yang besar dan mendatangkan laknat Allah Ta'ala. Karena kewajiban hakim adalah menghukumi manusia dengan 'adil sesuai dengan Al Qur'an dan Sunnah, maka jika hukum dapat dibeli dengan uang, akan hancurlah negeri dan binasalah manusia, kebatilan akan merajalela dan berakhir dengan datangnya adzab Allah 'Azza wa Jalla.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah melaknat orang yang memberi uang suap dan yang menerimanya, beliau bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي الْحُكْمِ

"Semoga Allah melaknat orang yang menyuap dan menerima uang suap dalam hukum".(HR Ahmad dan lainnya).

Hadits ini tegas melarang risywah (suap menyuap) dan pelakunya berhak mendapatkan laknat dari Allah Ta'ala, karena keduanya saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Syaikhul islam ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Oleh karena itu para ulama berkata, ”Siapa saja yang memberikan hadiah untuk pejabat negara dengan tujuan agar ia melakukan sesuatu yang tidak boleh, maka ia adalah haram bagi orang yang memberikan hadiah dan yang diberi hadiah dan ini termasuk risywah (suap menyuap) yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

لَعَنَ اللهُ الرَّاشِى وَالْمُرْتَشِى.

“Allah melaknat yang menyuap dan yang disuap”. (HR Ahmad).

Adapun jika ia memberi hadiah untuk menghindari kezalimannya atau memberikan kepadanya haknya yang wajib, maka hadiah tersebut haram bagi orang yang menerimanya saja, dan boleh bagi orang yang memberinya, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنِّيْ لَأُعْطِى أَحَدَهُمْ الْعَطِيَّةَ فَيَخْرُجُ بِهَا يَتَأَبَّطُهَا نَارًا. قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَلِمَ تُعْطِيْهِمْ؟ قَالَ : يَأْبُوْنَ إِلاَّ أَنْ يَسْأَلُوْنِيْ وَيَأْبَى اللهُ لِيَ الْبُخْلَ.

“Sesungguhnya Aku memberikan kepada salah seorang dari mereka pemberian, maka ia keluar sambil membawa Neraka di ketiaknya”. Dikatakan,”Wahai Rosulullah, mengapa engkau memberinya? Beliau bersabda: “Mereka terus menerus minta kepadaku dan Allah tidak menyukai aku bakhil”. (HR Ahmad).

Dan yang masuk dalam masalah ini adalah yang disebut dengan hadaya al 'Ummaal (hadiah untuk pejabat/ uang pelicin) dalam hadits berikut ini:

اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ بَنِي أَسْدٍ يُقَالُ لَهُ ابْنُ الْأُتَبِيَّةِ عَلَى صَدَقَةٍ فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سُفْيَانُ أَيْضًا فَصَعِدَ الْمِنْبَرَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ فَيَأْتِي يَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا لِي فَهَلَّا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرُ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَأْتِي بِشَيْءٍ إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتَيْ إِبْطَيْهِ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ ثَلَاثًا.

"Nabi shallalahu 'alaihi wasallam menugaskan seseorang dari bani Asad yang bernama ibnul Lutbiyyah untuk mengambil shadaqah, ketika ia telah kembali ia berkata: "Ini untuk kamu dan ini hadiah untukku".

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdiri di atas mimbar, lalu memuji Allah dan menyanjung-Nya, kemudian bersabda: "Ada apa dengan seorang pegawai yang kami utus, lalu ia datang dan berkata: "Ini untukmu dan ini untukku". Mengapa ia tidak duduk sajadi rumah ayah dan ibunya untuk melihat apakah akan diberikan hadiah untuknya atau tidak?! Demi Dzat yang diriku berada di Tangan-Nya, tidaklah ia datang membawa sesuatu kecuali ia akan datang pada hari kiamat sambil membawanya di atas lehernya; berupa untuk yang bersuara (rugha), sapi yang berkoar dan kambing yang mengembik.

Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat putihnya ketiak beliau seraya bersabda: "Bukankah aku telah menyampaikannya?" 3x. (HR Bukhari dan Muslim).

5. Memutuskan silaturahim.

Islam memerintahkan untuk menyambung silaturrahim kepada orang-orang yang mempunyai kekerabatan dengan kita, dan memberikan pahala besar bagi yang mengamalkannya, bahkan ia termasuk perintah Allah yang paling agung, dan larangan Allah yang urgen, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ قَامَتْ الرَّحِمُ فَقَالَتْ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ مِنْ الْقَطِيعَةِ قَالَ نَعَمْ أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ قَالَتْ بَلَى قَالَ فَذَاكِ لَكِ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ

{ فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمْ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا }

"Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk sehingga apabila telah selesai, rahim berdiri dan berkata: "Ini adalah tempat orang yang berlindung dari qathi'ah (memutus tali silaturahmi)". Allah berfirman: "Ya, tidakkah engkau ridla bila aku menyambung orang yang menyambungmu dan memutuskan orang yang memutuskanmu ?" rahim berkata: "Ya, Aku ridla". Allah berfirman: "Itu adalah untukmu".

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bacalah jika kamu mau:

"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang yang dilaknat oleh Allah dan ditulikan telinga mereka, dan dibutakan penglihatan mereka. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad: 22-24).

Allah telah menjanjikan pahala besar bagi orang yang menyambung silaturahim di akherat kelak, dan menganugerahkan karunia yang besar di dalam kehidupan dunia. Diantara keutamaan silaturrahim adalah sebagai kesempurnaan iman seorang hamba. Nabi shallallhu 'alaihi wasallam bersabda:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah ia menyambung rahimnya". (HR Bukhari dan Muslim).

Diantaranya juga bahwa silaturahim dapat meluaskan rizki dan memanjangkan umur, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

"Barang siapa yang suka diluaskan rizkinya, dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung silaturahim". (HR Bukhari dan Muslim).

Dan hendaknya, kita memperhatikan adab-adab yang harus dijaga dalam silaturahmi, diantara adab-adab itu adalah:

Adab pertama: Niat yang iklash, dan tidak mengharapkan keuntungan duniawi belaka.

Karena Allah tidak akan menerima amalan yang tidak ikhlas, bahkan meleburkan pahala orang yang hanya berharap keuntungan duniawi, Allah Ta'ala berfirman:

ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍﮎﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﭼ

“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan balasan atas pekerjaan mereka di dunia, dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh sesuatu di akhirat kecuali Neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan”. (QS Huud : 15-16).

Adab kedua: Mendahulukan yang paling dekat kekerabatannya.

Semakin dekat kekerabatan, maka menyambungnya semakin wajib, maka bila seseorang misalnya menyambung silaturahim dengan anak pamannya, namun malah memutuskan silaturahim dengan kakak atau adiknya, orang seperti ini tentunya tidak dianggap berakal. Abu Hurairah berkata:

قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ الصُّحْبَةِ قَالَ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أَبُوكَ ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ.

"Seorang laki-laki berkata: "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling layak aku berbuat baik kepadanya? Beliau menjawab: "Ibumu kemudian ibumu kemudian ibumu, kemudian ayahmu kemudian yang paling dekat dan paling dekat". (HR Muslim).

Dalam hadits ini, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan bahwa orang yang paling berhak mendapatkan perbuatan baik adalah kerabat kita yang paling dekat, maka seorang muslim yang faqih tentunya akan mencari yang paling besar pahalanya.

Adab ketiga: Jangan bersilaturahim hanya karena untuk membalas kebaikan saja.

Karena hakikat silaturahim adalah untuk mengharapkan keridlaan Allah dengan berbagai bentuk usaha yang mungkin dilakukan. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا.

"Bukanlah orang yang menyambung silaturahim itu orang yang membalas, akan tetapi orang yang menyambung adalah yang apabila diputuskan tali silaturahimnya, ia berusaha menyambungnya". (HR Bukhari).

Dan berusaha menyambung silaturahim yang diputuskan adalah amalan yang amat agung pahalanya, karena kebanyakan manusia bila diputuskan silaturahimnya, akan segera membalas dengan perbuatan yang serupa. Disebutkan di dalam hadits bahwa seorang laki-laki berkata: "Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat yang aku berusaha menyambung rahimnya namun mereka malah memutuskannya, dan aku berusaha berbuat baik kepadanya, namun mereka malah berbuat buruk kepadaku, dan aku berusaha berlemah lembut terhadap mereka, namun mereka berbuat jahil kepadaku". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ.

"Jika keadaanmu seperti yang yang kamu katakan tadi, maka seakan-akan kamu memberi mereka makan pasir yang panas, dan Allah akan senantiasa menolongmu atas mereka, selama kamu berbuat seperti itu". (HR Muslim).

Adab keempat: Mendahulukan bersedekah kepada kerabat yang paling dekat jika mereka membutuhkan.

Anas radliyallahu 'anhu berkata: "Abu Thalhah adalah kaum anshar yang paling banyak hartanya, dan hartanya yang paling ia sukai adalah Bairaha yang berada di depan masjid. Rasulullah suka memasukinya dan minum dari airnya yang segar, ketika turun ayat:

ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗﭘ

"Kamu tidak akan mencapai kebaikan sampai menginfakkan apa yang kamu cintai". (Ali Imran: 92).

Abu Thalhah bangkit dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah berfirman: "Kamu tidak akan mencapai kebaikan sampai menginfakkan apa yang kamu cintai". Dan sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairaha, dan sesungguhnya aku sedekahkan ia untuk Allah Ta'ala, aku berharap kebaikan dan pahalanya di sisi Allah, maka letakkanlah ia sesuai keinginanmu wahai Rasulullah".

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

بَخْ ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ فِيهَا وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ.

"Bagus sekali, itu adalah harta yang menguntungkan.. itu adalah harta yang menguntungkan.. aku telah mendengar apa yang kamu katakan tadi, dan aku memandang untuk dibagi-bagikan kepada karib kerabatmu". (HR Bukhari dan Muslim).

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga pernah bersabda kepada seseorang:

ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا

"Mulailah pada dirimu, bersedekahlah untuknya, jika berlebih maka berikanlah untuk keluargamu, dan jika berlebih maka bersedekahlah untuk kerabatmu, dan jika berlebih maka untuk ini dan itu". (HR Muslim).

Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menganggap sedekah kepada kerabat yang menyimpan kebencian dan permusuhan sebagai sedekah yang paling utama, beliau bersabda:

إِنَّ أَفْضَلَ الصَّدَقَةِ الصَّدَقَةُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ.

"Sesungguhnya sedekah yang paling utama adalah sedekah kepada kerabat yang membenci dan memusuhi kita". (HR Ahmad dan lainnya).

Al musnad no 27525 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih Jami' no 1551.

Bukhari no 7084 dan Muslim 3/1475 no 1847.

Manath adalah illat yaitu sifat yang tampak dan tetap dalam sebuah hukum atau dengan kata lain alasan pennsyari'atan, contohnya illat diharamkannya arak adalah memabukkan, illat diharamkannya zina adalah merusak keturunan dan seterusnya.

Lihat ilmu ushul bida' hal 141.

Lihat taisir Al Karimirrahman hal 101.

I’lamul muwaqi’in hal 437 tahqiq Raid bin Shabri.

Dalam Al Mu'jamul Kabiir 18/57 no 105, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih Jami' Ash Shagier no 216.

Hadits shahih, Lihat shahih Targhib wattarhib no 2242.

Hadits hasan, Lihat silsilah shahihah no 231.

Al Bidayah wan Nihayah 5/269, ibnu Katsir berkata: "Sanadnya shahih".

Dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam Shahih Targhib no 2440, dari hadits Buraidah.

Dikeluarkan oleh Ahmad no 9019, At Tirmidzi (no 1337) dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah dla'ifah (3/382).

Majmu’ fatawa 31/286.

Ahmad dalam musnadnya 2/387 no 9011. Dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani di dalam shahih Jami’ shogier no 5093..

Ahmad dalam musnadnya 3 / 4 no 11017, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih targhib wattarhib no 815.

Bukhari no 6138, dan Muslim no 47.

Bukhari no 5986 dan Muslim no 2557.

Ahmad dalam musnadnya no 23577 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam irwaul ghalil no 892.


Bagian 3.


1. Anak-anak muda yang menjadikan Al Qur'an sebagai seruling-seruling.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengkhawatirkan adanya pemuda-pemuda yang menjadikan Al Qur'an sebagai seruling-seruling, namun dalam hadits lain beliau menganjurkan untuk membaguskan suara ketika membaca Al Qur'an, sabdanya:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ.

"Bukan dari golongan kami orang yang tidak taghanni (membaguskan suara) ketika membaca Al Qur'an". (HR Al Bukhari).

Dan para ulama berbeda pendapat mengenai makna "taghanni", sebagian mereka mengatakan bahwa maknanya adalah mencukupkan diri dengan Al Qur'an, sebagian lagi mengatakan bahwa maknanya adalah membacanya dengan nada sedih, sebagian lagi mengatakan bahwa maknanya adalah membaguskan suara ketika baca Al Qur'an dan pendapat-pendapat lainnya. Namun Al Hafidz berpendapat bahwa makna-makna itu masuk kedalam hadits tersebut, beliau berkata:

والحاصل أنه يمكن الجمع بين أكثر التأويلات المذكورة وهو أنه يحسن به صوته جاهرا به مترنما على طريق التحزن مستغنيا به عن غيره من الأخبار طالبا به غنى النفس..

"Walhasil, semua pendapat-pendapat tersebut dapat dikumpulkan, yaitu membaguskan dan mengeraskan suaranya dengan nada sedih, mencukupkan diri dengannya dan tidak membutuhkan yang lainnya, mencari kekayaan jiwa dengannya..

Dan membaguskan suara dalam membaca Al Qur'an bukanlah dengan nada-nada yang diada-adakan sebagaimana yang kita lihat di zaman ini, imam ibnu Katsir rahimahullah berkata:

المطلوب شرعا إنما هو التحسين بالصوت الباعث على تدبر القرآن وتفهمه والخشوع والخضوع والإنقياد للطاعة فأما الأصوات بالنغمات المحدثة المركبة على الأوزان والأوضاع الملهية والقانون الموسيقائى فالقرآن ينزه عن هذا ويجل ويعظم أن يسلك فى أدائه هذا المذهب

"Yang diminta oleh syari'at adalah membaguskan suara yang membangkitkan keinginan untuk mentadabburi Al Qur'an, memahami, khusyu', tunduk dan taat. Adapun membaca Al Qur'an dengan nada-nada yang diada-adakan dengan wazan-wazan yang melalaikan dan aturan musik, maka Al Qur'an harus disucikan darinya, dan dibersihkan dari cara-cara seperti itu".

Terlebih bila nada-nada tersebut menyerupai nyanyian, maka ini diharamkan karena mengandung nilai tasyabbuh (menyerupai) orang-orang fasiq, Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah berkata: "Seorang mukmin tidak boleh membaca Al Qur'an dengan nada menyanyi dan cara-cara para penyanyi. Kewajiban ia adalah membacanya sebagaimana salafushalih dari para shahabat dahulu membacanya, yaitu dengan secara tartil, nada sedih dan khusyu' sehingga berpengaruh kepada hati orang yang mendengarnya".

Dan inilah yang dikhawatirkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadits yang telah berlalu, yaitu adanya para pemuda yang menjadikan Al Qur'an sebagai seruling-seruling. Karena membaca Al Qur'an dengan nada-nada yang diindah-indahkan bagaikan nyanyian, amat mudah menjerumuskan pelakunya kepada riya' dan keinginan untuk populer.

2. Banyaknya algojo (yang zalim).

Para algojo yang zalim yang diisyaratkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadits lain:

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا.

"Dua kelompok dari ahli Neraka yang belum pernah aku melihatnya: suatu kaum yang membawa cambuk bagaikan ekor-ekor sapi, ia memukuli manusia dengannya. Dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang berjalan berlenggak-lenggok, kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang miring, mereka tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya, dan bau surga itu tercium dari jarak sekian dan sekian". (HR Muslim).

Syaikh Abdur Rauf Al Munawi berkata: "(Mereka adalah) suatu kaum yang membawa cambuk yang tidak diperbolehkan untuk memukulnya dalam menegakkan hadd, namun ia sengaja melakukannya untuk menyiksa manusia, mereka adalah para algojo yang dikenal dengan nama Al Jallaadiin (yang suka mencambuk). Apabila mereka diperintahkan untuk memukul, mereka melakukannya melebihi batasan yang disyari'atkan, bahkan seringkali menyebabkan orang yang dipukulnya binasa..".

3. Pemikiran Khawarij.

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ رَجُلاً قَرَأَ الْقُرْآنَ حَتَّى إِذَا رُئِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدْءًا لِلإِِسْلاَمِ انْسَلَخَ مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ ، قَالَ : قُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللهِ ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ الْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي ، قَالَ : بَلِ الرَّامِي.

"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kamu adalah seseorang yang membaca Al Qur'an, sehingga apabila telah diperlihatkan kepadanya keindahannya dan tadinya ia adalah pembela islam, tiba-tiba ia lepas darinya dan melemparkan (Al Qur'an) ke belakangnya, dan mendatangi tetangganya dengan membawa pedang dan menuduhnya dengan kesyirikan".

Aku berkata: "Wahai Nabi Allah, siapakah yang lebih layak kepada kesyirikan, yang dituduh atau yang menuduh?" Beliau menjawab: "Yang menuduh (lebih layak)". (HR Al Bazzar).

Hadits ini memberitakan kepada kita tentang adanya orang-orang yang banyak hafal Al Qur'an namun menuduh saudaranya dengan kekafiran, bahkan mengkafirkan saudaranya karena dosa-dosa yang ia anggap mengeluarkan pelakunya dari islam, dan menghalalkan darahnya.

Dalam hadits lain, Nabi shallallahu 'alaihi wasalam mengabarkan bahwa mereka membaca Al Qur'an namun tidak sampai ke kerongkongannya, beliau bersabda:

يَخْرُجُ مِنْهُ قَوْمٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ.

"Akan keluar darinya (Iraq) suatu kaum yang membaca Al Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokannya, mereka lepas dari islam seperti melesatnya panah dari buruannya". (HR Bukhari).

Dan yang dimaksud dengan "tidak sampai ke tenggorokannya" adalah memahaminya dengan pemahaman yang tidak benar, ia mengira bahwa itu adalah dalil yang menguatkan alasannya, namun sebenarnya tidak demikian saking dangkalnya pemahaman mereka, sebagaimana yang ditunjukkan dalam riwayat lain:

يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَتْ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ شَيْئًا وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ شَيْئًا وَلَا صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ شَيْئًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ..

"Akan keluar suatu kaum dari umatku, mereka membaca Al Qur'an, bacaan kamu dibandingkan dengan bacaan mereka tidak ada apa-apanya, demikian pula shalat dan puasa kamu dibandingkan dengan shalat dan puasa mereka tidak ada apa-apanya. Mereka mengira bahwa Al Qur'an itu hujjah yang membela mereka, padahal ia adalah hujah yang menghancurkan alasan mereka. Shalat mereka tidak sampai ke tenggorokan, mereka lepas dari islam sebagaimana melesatnya anak panah dari buruannya". (HR Abu Dawud).

Bahkan merekapun membawakan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun difahami dengan pemahaman yang tidak benar, sabda Nabi:

يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ لَا يُجَاوِزُ إِيمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ..

"Akan ada di akhir zaman suatu kaum yang usianya muda, dan pemahamannya dangkal, mereka mengucapkan perkataan manusia yang paling baik (Rasulullah), mereka lepas dari islam sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya, iman mereka tidak sampai ke tenggorokan..". (HR Bukhari).

Pemikiran takfiri (mudah mengkafirkan) adalah pemikiran yang ditakutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk menimpa umatnya, karena ia berakibat yang tidak bagus dan merugikan islam dan kaum muslimin bahkan merusak citra islam dan mengotori keindahannya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengecam keras khawarij dalam hadits-haditsnya, Abu Ghalib berkata:

رَأَى أَبُو أُمَامَةَ رُءُوسًا مَنْصُوبَةً عَلَى دَرَجِ مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَقَالَ أَبُو أُمَامَةَ كِلَابُ النَّارِ شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوهُ ثُمَّ قَرَأَ { يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ } إِلَى آخِرِ الْآيَةِ

قُلْتُ لِأَبِي أُمَامَةَ أَنْتَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ إِلَّا مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا أَوْ أَرْبَعًا حَتَّى عَدَّ سَبْعًا مَا حَدَّثْتُكُمُوهُ.

"Abu Umamah melihat kepala-kepala (kaum khawarij) yang dipancangkan di jalan Masjid Damaskus, Abu Umamah berkata: "Anjing-anjing Neraka, seburuk-buruknya orang yang terbunuh dikolong langit, dan sebaik-baiknya yang dibunuh adalah orang yang dibunuh oleh mereka (khawarij), kemudian beliau membaca Ayat: "Pada hari wajah-wajah menjadi putih dan wajah-wajah lain menjadi hitam..". Sampai akhir ayat.

Aku berkata kepada Abu Umamah: "Engkau mendengarnya dari Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam ?" Beliau menjawab: "Aku mendengarnya sekali, dua kali, tiga kali, empat kali sampai tujuh kali. Bila aku tidak mendengarnya, aku tidak akan menyampaikannya kepada kamu". (HR At Tirmidzi).

Sifat-sifat khawarij.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mengabarkan sifat-sifat mereka, sebagiannya telah kita sebutkan di atas, diantara sifat mereka adalah:

1. Dangkal pemahamannya.

Telah kita sebutkan di atas, bahwa kaum khawarij suka membawa dalil dari Al Qur'an dan hadits, namun difahami dengan pemahaman sendiri, tidak sesuai dengan apa yang difahami oleh para ulama salafusshalih, walaupun mereka membawakan perkataan ulama, mereka bawakan yang sesuai dengan keinginan mereka saja, atau mengeditnya sedemikian rupa agar terlihat cocok dengan selera mereka sehingga mengelabui orang-orang awam. Tujuan mereka adalah agar pengkafiran mereka kepada kaum muslimin menjadi suatu perkara yang dianggap pasti dan meyakinkan, padahal ia hanyalah berdasarkan dugaan dan sangkaan belaka.

Diantara contoh kedangkalan pemahaman mereka adalah sebuah kisah dialog ibnu Abbas dengan kaum khawarij, dikeluarkan oleh Al Hakim dalam Mustadraknya (2/164 no 2656) dengan sanad yang shahih sesuai dengan syarat Muslim, ibnu Abbas berkata:

Ketika kaum Haruriyah (Khawarij) keluar dan berkumpul di suatu tempat, jumlah mereka sekitar enam ribu. Aku mendatangi Ali seraya berkata: "Wahai Amirul Mukminin, akhirkanlah shalat dzuhur, barangkali aku dapat berbicara dengan mereka". Ali berkata: "Aku mengkhawatirkan keselamatanmu". Aku berkata: "Tidak perlu khawatir". Aku pun pergi menemui mereka dan aku memakai pakaian Yaman yang paling bagus kemudian aku mengucapkan salam kepada mereka.

Mereka berkata: "Selamat datang wahai ibnu Abbas, pakaian apa yang engkau pakai?!! Aku menjawab: "Apa yang kalian cerca dariku, padahal aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah memakai pakaian yang paling bagus, dan telah turun ayat:

ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭﭮ

"Katakan (Muhammad), siapakah yang berani mengharamkan perhiasan dari Allah dan rizki yang baik yang Allah keluarkan untuk hamba-hambaNya ?" (Al A'raaf: 32).

Mereka berkata: "Lalu ada apa engkau datang kemari ?"

Aku menjawab: "Aku mendatangi kamu dari sisi para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari kalangan Muhajirin dan Anshar untuk menyampaikan apa yang mereka katakan dan apa yang mereka kabarkan, kepada mereka Al Qur'an diturunkan, dan merekalah yang paling memahaminya, dan tidak ada diantara kalian yang menjadi shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam".

Sebagian mereka berkata: "Jangan berdialog dengan kaum Quraisy, karena Allah Ta'ala berfirman:

ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ

"Tetapi mereka adalah kaum yang suka bertengkar". (Al Ahqaf: 58).

Ibnu Abbas berkata: "Aku belum pernah melihat suatu kaum yang sangat bersungguh-sungguh beribadah dari mereka, wajah-wajahnya pucat karena begadang malam (untuk shalat), dan tangan serta lutut mereka menjadi hitam (kapalan)".

Sebagian mereka berkata: "Demi Allah, kami akan berbicara dengannya dan mendengarkan apa yang ia katakan".

Ibnu Abbas berkata: "Kabarkan kepadaku, apa alasan kalian memerangi anak paman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (Ali bin Abi Thalib), serta kaum Muhajirin dan Anshar?"

Mereka berkata: "Tiga perkara".

Ibnu Abbas berkata: "Apa itu?"

Mereka berkata: "Ia telah berhukum kepada manusia dalam urusan Allah, padahal Allah berfirman:

ﮮ ﮯ ﮰ ﮱﯓ

"Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah". (Al An'am: 57).

Ibnu Abbas berkata: "Ini yang pertama".

Mereka berkata: "Ia telah memerangi namun tidak menawan tidak juga mengambil ghanimah (harta rampasan perang), jika yang ia perangi itu orang-orang kafir, maka mereka halal ditawan dan dirampas hartanya. Dan jika yang ia perangi adalah kaum mukminin, maka tidak halal memerangi mereka".

Ibnu Abbas berkata: "Ini yang kedua, lalu apa yang ketiga?"

Mereka berkata: "Ia telah menghapus nama amirul mukiminin dari dirinya, jika dia bukan amirul mukminin berarti ia adalah amirul kafirin".

Ibnu Abbas berkata: "Apa ada alasan lain?"

Mereka berkata: "Cukup itu saja".

Ibnu Abbas berkata: "Bagaimana pendapat kalian, jika aku membacakan kitabullah dan sunnah Nabi-Nya yang dapat meluruskan pemahaman kalian, apakah kalian ridla?"

Mereka berkata: "Ya".

Ibnu Abbas berkata: "Adapun perkataan kalian bahwa Ali berhukum kepada manusia dalam urusan Allah, bukankah Allah menyuruh mengembalikan kepada hukum manusia dalam seperdelapan seperempat dirham, tentang masalah kelinci dan hewan buruan lainnya?" Allah berfirman:

ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan dalam keadaan berihram. Barang siapa yang membunuhnya diantara kamu secara sengaja, maka dendanya adalah mengantinya dengan hewan yang seimbang dengannya, menurut putusan hukum dua orang yang adil diantara kamu..". (Al Maidah: 95).

Maka saya bertanya kepada kalian dengan nama Allah, apakah hukum manusia untuk kelinci dan binatang buruan lainnya lebih utama, ataukah hukum manusia untuk menjaga darah dan perdamaian diantara mereka?"

Dalam ayat lain, Allah menyuruh mengembalikan hukum kepada manusia mengenai pertikaian suami istri, Allah berfirman:

ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎﮏ

"Dan bila kamu mengkhawatirkan perceraian antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (orang yang akan menghukumi) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga wanita. Jika kedua orang hakam ini bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu". (An Nisaa: 35).

Allah menjadikan manusia sebagai hukum yang dipercaya. Apakah aku telah selesai menjawab alasan pertama ini?

Mereka berkata: "Ya".

Ibnu Abbas berkata: "Adapun perkataan kalian bahwa Ali memerangi namun tidak menawan dan tidak mengambil ghanimah, apakah kamu mau menawan ibumu Aisyah kemudian halal disetubuhi sebagaimana tawanan lainnya?? Jika kamu melakukan itu, maka kamu telah kafir. Dan jika kamu berkata bahwa Aisyah bukan ibu kita (kaum muslimin), maka kamupun telah kafir, jadi kamu berada diantara dua kesesatan, mana saja yang kamu pilih, maka kamu tetap sesat".

Maka sebagian mereka melihat kepada sebagian lainnya. Lalu aku berkata: " Apakah aku telah selesai menjawab alasan ini?

Mereka menjawab: "Ya".

Ibnu Abbas berkata: "Adapun perkataan kalian bahwa Ali menghapus nama amirul muminin darinya, maka aku akan bawakan apa yang kalian ridlai. Bukankah kalian telah mendengar bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada hari perdamaian Hudaibiyah, menulis surat kepada Suhail bin Amru dan Abu Sufyan bin Harb, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Tulislah hai Ali: "Ini adalah isi perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad Rasulullah".

Namun kaum Musyrikin berkata: "Tidak! Demi Allah kami tidak meyakinimu sebagai rasulullah, jika kami meyakinimu sebagai rasulullah, tentu kami tidak akan memerangimu". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ya Allah, Engkau yang mengetahui bahwa aku adalah rasul-Mu, tulislah hai Ali: " Ini adalah isi perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad bin Abdillah".

Demi Allah, bukankah Rasulullah lebih baik dari Ali ketika menghapus nama rasul darinya?" ibnu Abbas berkata: "Maka bertaubatlah sekitar dua ribu orang diantara mereka, dan sisanya terbunuh di atas kesesatan".

2. Keras dan kasar.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyifati kaum khawarij bahwa mereka adalah kaum yang kasar lagi keras perangainya, beliau bersabda:

سَيَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ أَشِدَّاءُ أَحِدَّاءُ ذَلِقَةٌ أَلْسِنَتُهُمْ بِالْقُرْآنِ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ أَلَا فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ فَأَنِيمُوهُمْ ثُمَّ إِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ فَأَنِيمُوهُمْ فَالْمَأْجُورُ قَاتِلُهُمْ

"Akan keluar dari umatku beberapa kaum yang keras lagi kasar, lisan-lisan mereka fasih membaca Al Qur'an, namun tidak sampai ke tenggorokan mereka". (HR Ahmad dan lainnya).

3. Tidak menghormati ulama kibar.

Pendahulu mereka tidak menghormati Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahkan menganggap Rasulullah tidak berbuat adil, Abu Sa'id Al Khudri berkata:

بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْسِمُ ذَاتَ يَوْمٍ قِسْمًا فَقَالَ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ قَالَ وَيْلَكَ مَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ فَقَالَ عُمَرُ ائْذَنْ لِي فَلْأَضْرِبْ عُنُقَهُ قَالَ لَا إِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمُرُوقِ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ

"Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membagi-bagikan harta (dari Yaman), Dzul Khuwaishirah seorang laki-laki dari bani Tamim berkata: "Wahai Rasulullah berbuat adillah! Beliau bersabda: "Celaka kamu, siapa yang dapat berbuat adil jika aku tidak berbuat adil". Umar berkata: "Idzinkan saya menebas lehernya". Beliau bersabda: "Jangan, sesungguhnya dia akan mempunyai teman-teman yang shalat dan puasa kalian sepele dibandingan dengan shalat dan puasa mereka, mereka lepas dari islam seperti lepasnya anak panak dari buruannya". (HR Bukhari).

Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat, di zaman Ali bin Abi Thalib kaum khawarij muncul, dan mereka tidak menghormati para ulama shahabat seperti ibnu Abbas dan shahabat-shahabat lainnya, sebagaimana dalam kisah dialog ibnu Abbas dengan khawarij yang telah disebutkan di atas. Sifat ini kita lihat tidak jauh berbeda dengan kaum khawarij di zaman ini yang melecehkan para ulama besar seperti Syaikh Bin Baz, Syaikh Al Bani, Syaikh 'Utsaimin dan ulama lainnya, dan meledeknya sebagai ulama penjilat atau ulama yang tidah faham realita dan ejekan-ejekan lainnya. Allahul musta'an.

4. Mudah mengkafirkan pelaku dosa besar terutama negara islam yang tidak berhukum dengan hukum Allah.

Di zaman Ali bin Abi Thalib dahulu, mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib dan kaum muslimin yang tidak setuju dengan pendapat mereka, dengan alasan bahwa Ali berhukum kepada manusia, sedangkan hukum itu milik Allah sebagaimana dalam kisah ibnu Abbas yang lalu, mereka berdalil dengan ayat:

ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ

"Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, mereka adalah orang-orang yang kafir". (Al Maidah: 44).

Ibnu Hajar, Fathul Baari 9/72.

Ibnu Katsir, Fadla-il Al Qur'an 1/114.

Ibnu Baz, Majmu' fatawa 9/290.

Faidlul Qadiir 4/275.

Dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam Silsilah Shahihah no 3201.

Lihat bagaimana mereka membawakan ayat tersebut untuk ibnu Abbas seorang ulama shahabat, betapa dangkalnya pemahaman mereka!!

Yaitu ketika terjadi perdamaian antara pasukan Ali dan pasukan Mu'awiyah, dimana Ali mendelegasikan Abu Musa, sedangkan delegasi dari pihak Mu'awiyah adalah Amru bin Al 'Ash. Perbuatan ini difahami oleh kaum khawarij sama dengan menyerahkan hukum kepada manusia, padahal hukum itu milik Allah, betapa piciknya mereka. Allahul musta'an. Demikianlah bila hawa nafsu dan kebodohan berbicara, merusak dunia dan agama.

Maksudnya berperang melawan pasukan Mua'wiyah dalam perang shiffin dan melawan pasukan Aisyah dalam perang Jamal, dan peperangan mereka karena ijtihad dan juga perbuatan provokator yang mengadu domba untuk menghancurkan islam.

HR Ahmad dalam musnadnya dari jalan Utsman Asy Syahham haddatsani Muslim bin Abu Bakrah dari Ayahnya yaitu Abu Bakrah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Qultu: Sanad ini shahih sesuai dengan syarat Muslim.

(Sumber: Ust. Abu Yahya Badrusalam)

HAKIKAT NABI KHIDIR, Islam, shalat, tarbiyah,bekam, pendidikan islami, keluarga sakinah, thibbun nabawi, hadis nabi, rukun islam, rukun iman, rukun shalat, al quran, kisah islami, asmaul husna, kisah para nabi, Allah SWT, Subhanallah, masyarakat islami, pengobatan islami, ibadah islami, ekonomi islam, dunia islam, hadis shahih, kajian al qur’an

Kisah Nabi Khidir ‘alaihissalam sudah sangat terkenal dan masyhur dikalangan kaum muslimin, karena telah ada dalam al qur’an surat al kahfi ayat 60 – 82.

Beliau adalah teman Nabi Musa bin Imran ‘alaihissalam dan tidak benar orang yang mengklaim bahwa beliau bukan teman Nabi Musa bin Imran, sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Bukhary dan Muslim dari Sa’id bin Jubair beliau berkata : saya bertanya kepada Ibnu ‘Abbas bahwa Nufa al bakaaly mengklaim bahwa Musa yang berjumpa dengan Nabi Khidir bukanlah Musa bani Israil akan tetapi Musa yang lainnya. Lalu beliau menjawab :” Musuh Allah itu telah berdusta (sangat salah) “.

Nama beliau adalah Balyaa bin Milkan bin Faaligh bin ‘Aabir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh ‘alaihissalam menurut pendapat yang masyhur dari para ahli sejarah (lihat Syarah sahih Muslim 15/134), kunyah beliau adalah Abul’Abbas akan tetapi lebih terkenal dengan gelar Al Khodhir atau Al Khidhr (orang indonesia mengucapkannya dengan Khidir) yang bermakna hijau, disebut demikian karena dia duduk di tanah Yang tandus kemudian tiba-tiba tanah tersebut berguncang dan menjadi hijau sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh imam Bukhary dalam sahihnya (no. 3402).

Apakah beliau seorang Nabi atau wali ?

Kaum muslimin berbeda pendapat dalam hal ini, sebagian mereka berpendapat bahwa beliau adalah malaikat tapi pendapat ini lemah dan aneh sebagaimana yang dikatakan oleh imam Nawawi dan Ibnu Katsir. Sebagian lagi berpendapat bahwa beliau adalah wali dan ini adalah pendapat kaum sufi, akan tetapi pendapat inipun lemah.

Kaum sufi berusaha membela pendapat yang kedua tersebut untuk mengukuhkan pendapatnya yang batil bahwa wali lebih tinggi kedudukannya dari nabi. Subhanallah !!

Sebagian lagi berpendapat bahwa beliau adalah nabi dan ini adalah pendapat ahlussunnah wal jama’ah mereka berhujjah dengan kisah nabi Musa dengan Nabi Khidir ketika membocori perahu, membunuh anak kecil dan menegakkan sebuah dinding rumah yang hampir roboh, kemudian setelah itu Allah Ta’ala mengkisahkan Perkataan Nabi Khidir :

رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِيْ

“ sebagai rahmat dari Tuhanmu, dan bukanlah aku melakukan itu menurut kemauanku sendiri “. (QS Al Kahfi : 82).

Ibnu Katsir berkata dalam al bidayah wannihayah (1/328) :” makna ayat ini ; tidaklah saya lakukan itu menurut kemauan saya, akan tetapi saya diperintahkan untuk itu dan mendapatkan wahyu “.

Hal ini menunjukkan kenabiannya karena Allah menyatakan bahwa tidak ada yang diberi tahu ilmu gaib kecuali rosul yang diridloi, firman-Nya :

عَالِمَ الغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرْ عَلىَ غَيْبِهِ أَحَدًا إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَّسُوْلٍ

“ (Dia adalah Rabb) yang Mengetahui yang gaib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada RosulNya yang diridloi ..”. (QS Al jinn : 26-27).

Pendapat inilah yang benar yang wajib diikuti dan dikuatkan oleh para ulama besar seperti Ibnu Hajar Al ‘asqalaany rahimahullah, Ibnu Katsir dan ulama lainnya.

Masih hidupkah Nabi Khidir ?

Sebagian ulama berpendapat bahwa Nabi Khidir masih hidup sebagaimana yang dikatakan oleh imam Nawawi, Ibnu Shalah, As Suyuthy dan Ats Tsa’laby. Akan tetapi dalil mereka sangat rapuh tidak bisa dijadikan hujah. Berikut ini kami paparkan kepada para pembaca dalil mereka beserta bantahannya.

1.Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi dalam al kamil bahwa ketika Rosulullah di dalam masjid…(lalu disebutkan dalam riwayat ini) seorang laki-laki berkata kepada Anas bin Malik : pergilah dan katakanlah kepada beliau sesungguhnya Allah telah mengutamakan anda atas seluruh para nabi….lalu para sahabat pergi dan melihatnya ternyata dia adalah Khidir.

BANTAHAN

Sanad hadits ini memiliki dua cacat :

Pertama : Abdullah bin Nafi’ lemah tidak dapat diterima, Ali bin Madini berkata : dia suka meriwayatkan riwayat-riwayat yang mungkar “. Bukhary berkata : haditsnya mungkar “.

Kedua : Katsir bin ‘Amru bin Auf seorang perawi

Yang lemah, bahkan tertuduh sebagai pendusta “.

2. Ibnu Asakir meriwayatkan dari jalan waddlah bin ‘Abbad Al kufi dan juga dari jalan Abu Dawud dari Anas bin Malik berkata :” suatu malam aku keluar bersama nabi salallahu ‘alaihi wasallam… (lalu disebutkan didalamnya) seorang lelaki berkata :” selamat datang wahai utusan Rosulullah….katakanlah kepada beliau :” wahai Rosulullah, Khidir mengucapkan salam…”.

Demikian pula diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dengan matan yang serupa diatas.

BANTAHAN.

a). adapun jalan wadlah dikatakan oleh imam Baihaqy :” sanad ini sangat lemah”.

b). adapun jalan Abu dawud (namanya Nufai bin al harits al a’ma) dinyatakan pendusta dan pemalsu hadits oleh Ibnu Katsir.

c). adapun riwayat Ibnu Syahin, dalam sanadnya ada rawi yang bernama Abu Salamah Muhammad bin Abdullah, Ibnu Thahir menyatakan bahwa ia seorang pendusta.

3.Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas konon Nabi bersabda :” Khidir dan Ilyas bertemu setiap tahun di musim haji…(HR Ibnu ‘Asakir, Daruqathny dan Al ‘Uqaily).

BANTAHAN

Semua riwayat tersebut berasal dari jalan Muhammad bin Ahmad bin Zaid sedangkan ia seorang yang lemah.

4.Ibnul Jauzy meriwayatkan dari jalan Mahdi bin Hilal dari Ibnu Juraij dari Ibnu Abbas serupa dengan hadits diatas.

BANTAHAN

Imam Sakhawy berkata :” Riwayat Mahdi bin Hilal dari Ibnu Juraij lebih sangat lemah dari pada riwayat Al Hasan bin Rizin dari Ibnu Juraij “. (al maqashidul hasanah 21-22).

5.Ibnu Abi Hatim dan Imam Syafi’I meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata :” ketika Rosulullah Sallallahu’alaihi wasallam wafat dan ta’ziyah berdatangan, ada seorang yang datang, para sahabat mendengar suaranya tapi tidak melihat orangnya, dia berkata :” assalamu ‘alaikum ahlal bait warahmatullahi wabarakatuh ….”. Ali berkata :” Tahukah kamu siapa dia ? Dia adalah Khidir.

BANTAHAN

Ibnu Katsir berkata dalam Al Bidayah wannihayah :” Guru Imam Syafi’I yang bernama Al Qasim Al ‘Umari seorang rawi yang matruk. Ahmad bin Hambal dan Ibnu Ma’in berkata :” Dia tukang berdusta “, Ahmad menambahkan :” dia suka memalsukan hadits “.

Ibnu Katsir melanjutkan :” Juga diriwayatkan dari jalan lain yang lemah, dari ja’far bin Muhamad, dari bapaknya dari kakeknya, tetapi tidak sahih (mursal) “. (1/332).

Ibnu Hajar memasukkan hadits tersebut ke dalam hadits-hadits yang lemah. Lihat Fathul Bary 6/435. dan riwayat-riwayat lain yang menunjukkan bahwa Khidir masih hidup, tapi semuanya lemah dan palsu.

6.Banyaknya cerita dan hikayat tentang orang-orang shalih bertemu dengan nabi Khidir.

BANTAHAN

Pertama : Nabi Khidir tidaklah memiliki tanda khusus, sehingga orang yang melihatnya mengetahui bahwa dia adalah khidir.

Kedua : pengakuan seseorang bahwa dia khidir tidaklah dapat memastikan bahwa ia adalah khidir sebenarnya, karena mungkin saja ia dusta Untuk tujuan tertentu, atau ia adalah setan yang menjerumuskan manusia ke lembah kesesatan.

Dalil Nabi Khidir telah wafat.

Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa dalil Khidir sudah tidak ada di dunia lagi adalah empat perkara : yaitu Al Qur’an, As Sunnah, ijma’ dan akal.

1. Dalil dari Al Qur’an yaitu firman Allah :

وَمَا جَعَلْناَ لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمً الخَالِدُوْنَ

“ Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (muhamad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal ? “. (QS Al Anbiyya : 34).

Ayat tersebut menyebutkan secara gamblang bahwa tidak ada seorang pun yang hidup kekal sebelum Nabi Muhamad Sallallahu ‘alaihi wasallam, ini menunjukkan bahwa Khidir telah tiada.

2. Dalil dari As Sunnah.

a).sabda Rosulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam :

أرأيتكم ليلتكم هذه فإن على رأس مئة سنة منها لا يبقى على ظهر

االأرض ممن هو اليوم عليها أحد

“ Bagaimana pendapat kamu tentang malam kamu ini, sesungguhnya pada penghujung seratus tahun ini, tidak akan ada seorang pun tinggal di atas bumi dari orang-orang yang hari ini masih hidup diatasnya “. (HR Bukhary & Muslim).

Maksudnya setelah seratus tahun dari malam itu, semua orang yang hidup waktu itu akan mati semuanya tanpa terkecuali. Sedangkan sekarang sudah lebih dari 1000 tahun.

b. sabda Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam :

و الذي نفسي بيده لو أن موسى كان حيا ما وسعه إلا اتباعي

“ Demi (Allah) yang jiwaku di tanganNya, seandainya Musa masih hidup, dia harus mengikutiku “. (HR Ahmad, hasan).

Demikian pula jika Nabi khidir masih hidup, pastilah beliau mengikuti Nabi Muhammad, melakukan shalat jum’at, dan berjama’ah di belakang beliau dan berjihad bersama beliau, karena risalah nabi Muhammad adalah untuk seluruh manusia dan jin tanpa terkecuali. Dan tidak ada satupun nukilan bahwa Khidir ada bersama para sahabat, shalat berjama’ah, berjihad dan lainnya.

3. ijma’ ulama peneliti.

Para ulama peneliti dari kalangan ahli hadits dan lainnya menguatkan pendapat bahwa Khidir sudah wafat, sebagaiamana para Nabi dan orang-orang shalih dahulu wafat. Diantara mereka adalah : Imam Ahmad bin Hambal, imam Bukhary, Ali bin Musa Ar Ridlo, Ibrahim bin Ishaq Al Harbi, Abul Husain bin Al Munadi, Ibnul Jauzi, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim dan banyak lagi yang lainnya.

4. Adapun akal maka dari berbagai segi :

· Orang yang menetapkan kehidupan Khidir menyatakan bahwa Khidir adalah anak nabi Adam. Pernyataan ini tidak dapat diterima karena

Riwayat ini tidak sahih, karena berasal dari jalan Ibnu Ishaq dan ia seorang mudallis, juga ia meriwayat dari orang-orang yang tak dikenal.

Seandainya beliau anak nabi Adam tentulah bentuk tubuhnya sangat tinggi dan sangat besar, karena Allah menciptakan nabi Adam setingi 60 hasta (+_ 30 m), dan manusia terus berkurang tinggi & besarnya sampai seperti sekarang (HR Bukhary dan Muslim).

· Ibnul Jauzi berkata :” seandainya beliau hidup sebelum nabi Nuh, pastilah beliau naik kapal bersama nabi Nuh, padahal tidak ada seorangpun menukilkan hal ini.

· para ulama bersepakat bahwa setelah nabi Nuh turun dari kapal, matilah orang-orang yang bersama beliau dan keturunan mereka, dan tidak tersisa kecuali keturunan beliau.

· pendapat bahwa Khidir masih hidup adalah pendapat atas nama Allah tanpa ilmu, karena seandainya benar tentulah dikabarkan oleh Allah, dan rosul-Nya karena hal itu merupakan perkara luar biasa dan menakjubkan sehingga sepantasnya disebutkan oleh Allah dalam kitabNya.

· bahwa pegagan orang yang berkeyakinan masih hidupnya Khidir, hanyalah hikayat dan cerita dari seseorang yang katanya melihat Khidir, padahal Khidir tidak memiliki tanda husus yang bisa dikenal.

· Jika Khidir masih hidup, tentulah beliau berjihad melawan orang-orang kafir, ribath (berjaga/ronda) di jalan Allah, menghadiri shalat jum’at dan shalat jama’ah bersama Rosulullah dan kaum musimin. Dan hal itu jauh lebih utama dari pada berkelana di padang sahara, dan tempat-tempat sepi.

Keyakinan sesat.

Orang-orang sufi berkeyakinan bahwa wali itu lebih tinggi derajatnya dari para nabi sehingga seorang wali boleh keluar dari syari’at nabi. Mereka berdalil dengan kisah nabi Khidir bersama nabi Musa dari sudut bahwa Khidir adalah wali bukan nabi, sedangkan beliau mempunyai pengetahuan yang tidak diketahui oleh nabi Musa.

Orang-orang sufi menukil dari Abu Yazid Al Bushtamy yang berkata :” demi Allah, panjiku lebih agung dari panji Muhammad sallalahu ‘alaihi wasallam. Panjiku berasal dari cahaya dimana dibawahnya terdapat jin dan manusia yang seluruhnya adalah para nabi “. (lathaiful minan 1/124 karya Asy Sya’rani, lihat sejarah hitam tasawuf hal. 200 karya Dr. Ihsan Ilahi Dzahir).

Seorang sufi menegaskan :

Kedudukan nabi di barzakh

Di atas rosul dan di bawah wali

(Ath Thabaqat Al Kubra 1/68 karya Sya’rany, lihat sejarah hitam tasawuf hal. 200).

Itulah perkataan orang-orang sufi yang amat sesat dan menyelisihi ijma’ ulama yang menyatakan bahwa wali dibawah nabi dan rosul serta tidak boleh seorangpun keluar dari syari’at Rosulullah, barang siapa yang keluar atau meyakini bolehnya seorang wali keluar dari syari’at Rosul maka dia kafir sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama islam.

Syeikhul islam Ibnu Taimiyah telah membantah keyakinan tersebut, katanya :” sebagian mereka (orang-orang sufi) berhujah dengan kisah pertemuan Musa dengan Khidir. Mereka menyangka bahwa Khidir telah keluar dari syari’at nabi Musa. Dalam hal ini mereka telah tersesat dengan dua alasan :

Pertama : bahwa Khidir sebenarnya tidak keluar dari syari’at, bahkan apa yang dilakukannya diperbolehkan menurut syari’at nabi Musa. Itulah sebabnya ketika Khidir menjelaskan alasan-alasan tindakannya, nabi Musa membenarkannya. Walaupun pertama kali nabi Musa mengingkari tapi hal itu karena beliau belum mengerti alasan tindakan nabi Khidir, tapi setelah Khidir menjelaskan alasan tindakannya, beliaupun membenarkannya.

Kedua : bahwa Khidir bukan termasuk Umat nabi Musa, ia tidak berkewajiban mengikuti Musa. Bahkan Khidir mengatakan :” saya memiliki suatu ilmu yang diajarkan oleh Allah kepadaku yang tidak kamu ketahui. Dan kamupun memiliki suatu ilmu yag diajarkan Allah kepadamu yang aku tidak ketahui “.

Hal itu karena nabi Musa tidak diutus untuk seluruh manusia, sebab nabi pada waktu itu hanya diutus untuk kaumnya sendiri saja. Sedangkan nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam diutus untuk seluruh jin dan manusia. Maka tidak dibenarkan ada seorangpun yang boleh keluar dari ketaatan kepada nabi Muhamad, baik secara lahir maupun secara batin “.(majmu’ fatawa 13/266).

Ibnu ‘Abdil ‘Izz rahimahullah berkata :” adapun orang yang bergantung kepada kisah Musa dan Khidir dalam rangka membolehkan penggantian wahyu dengan ilmu laduni, maka sebenarnya ia adalah seorang mulhid (kafir) zindiq (menyembunyikan kekafiran).

Sesungguhnya Musa tidak diutus kepada Khidir, demikian pula sebaliknya. Karena itu Khidir bertanya kepada Musa :” kamukah Musa Bani Israil ?”. sedangkan Nabi Muhammad diutus untuk seluruh jin dan manusia.

Seandainya Musa dan Isa hidup, tentu keduanya menjadi pengikut Muhammad. Dan ketika kelak beliau turun ke bumi, ia akan berhukum berdasarkan syari’at Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam.

Oleh karena itu barang siapa yang beranggapan bahwa hubungan dirinya dengan Muhammad ibarat Khidir dengan Musa (maksudnya tidak perlu terikat dengan syari’at Muhammad -pen). atau membolehkan seseorang mempunyai keyakinan demikian, maka hendaklah ia memperbaharui keislamannya dan mengulang syahadatnya karena ia telah keluar dari islam secara total.

Jelas tidak mungkin ia disebut wali Allah, akan tetapi ia adalah wali setan “. (Syarah ‘Aqidah Thahawiyyah hal 511, takhrij Syeikh Al Bany).

(Sumber: Ust. Abu Yahya Badrusalam)